Jumat, 27 Januari 2012

Tante Lina

Cerita ini di mulai setelah sekolah aku disuruh jaga toko Milik Tante Girang XXX yang sebenarnya bukan tante asliku, dia adalah teman dari dari ibu sodaraku jauh, ribet deh kalodiceritain, aku menjaga toko itu sudah sekitar 2 minggu. Karena toko milik Tante Girang XXX menjual sembako, maka pembelinya pun kebanyakan ibu-ibu ataupun perempuan. Saya yang bertugas untuk mengambilkan barang-barang seperti beras, gula ya hanya bersikap cuek saja terhadap banyaknya pembeli itu.

Inilah cerita dewasa panas yang paling seru. Sebut Tante Lina pemilik toko di sebelah tokonya Tante Girang XXX yang sepertinya juga tipe Tante Girang Binal, dia sering datang sore hari setiap toko akan ditutup. Dia biasanya saling omong-omong, bersenda gurau dengan Tante Girang XXX, dan apabila telah begini tentu lama sekali selesainya. Dan seperti biasanya, aku pulang duluan ke rumah karena Tante Girang XXX biasanya dijemput oleh suaminya atau anaknya.

Tapi suatu saat, ketika mau pulang aku teringat bahwa harus mengantarkan Indomie ke pelanggan, aku cepat-cepat balik ke toko. Dan memang toko sudah sepi, pintu pun hanya ditutup tanpa dikunci. Aku pun langsung masuk menuju tempat penyimpanan Indomie. Ternyata aku menyaksikan peristiwa yang tidak kuduga sama sekali, kulihat Tante Girang XXX dengan posisi tetelentang di antara tumpukan karung beras sedang dioral kemaluannya oleh Bu Lina. Tante Girang XXX sangat menikmati dengan rintihannya yang ditahan-tahan dan tangannya memegang kepala Bu Lina untuk dirapatkan ke selangkangannya.

Karena terkejut atas kedatanganku, maka keduanya pun berhenti dengan memperlihatkan wajah sedikit malu-malu. Tapi tidak sampai lima detik, mereka pun tersenyum dengan penuh artii

“Kamu belum pulang to Her (Hery namaku), kebetulan lho kita bisa rame-rame, ya kan Bu Lina..?” ucap Tante Girang XXX sambil menariktangan Bu Lina ke arah kedua dadanya yang terbuka.

“Ayo sini Her.., jangan malu, ughh, ahh..!” desah Tante Girang XXX lagi, kali ini tangannya melambai ke arahku.

Dan aku pun sempat bingung tidak tahu harus berbuat apa, tapi karena kedua wanita dalam keadaan tanpa pakaian seperti itu memanggilku, nafsu kelelakianku bangkit walaupun aku belum pernah merasakan sebelumnya. Perlahan aku mendekati keduanya sambil melihat mereka berdua. Seperti seorang raja aku pun disambut, mereka yang tadinya telentang dan menindih kini mereka bangkit dan duduk sambil menata rambutnya masing-masing.

Hanya lima langkah aku pun sampai di hadapanya, dan dengan lihai mereka berdua langsung meremas selangkanganku.

“Her, ini pernah masuk ke sarangnya belum..?” tanya Tante Girang XXX manja.

“Be.., belum Tante..!” jawabku polos sambil menahan rasa geli yang begitu nikmat.

“Wah.., hebat dong belum pernah. Pertama kali langsung dapat dua lubang..!” canda Bu Lina, sementara tangannya menarik lepas celanaku hingga aku benar-benar telanjang di hadapan mereka.

Dan sesaat kemudian aku merasakan kehangatan padabatang kemaluanku. Terdengar srup, srup ahh. Tante Girang XXX dan Bu Lina seakan ingin berebut untuk menikmati batang kemaluanku yang berukuran normal-normal saja.

“Ayo Bu.., hisap yang lebih kenceng biar keluar isinya..!”
“Iya Bu.., ini kontol kok enak banget sih..?”
“Cupp.., crupp..!” kata mereka berdua saling menyahut.

Aku hanya pasrah menikmati perlakuannya dan sesekali kuusap pipi-pipi kedua Tante-Tante itu dengan nafsu juga.
Tidak sampai 10 menit, aku merasakan sesuatu kenikmatan luar biasa yang biasanya terjadi dalam mimipi, badanku menegang, mataku terpejam untuk merasakan sesuatu yang keluar dari kemaluanku. Tumpahan maniku memuncrat mengenai wajah Bu Lina dan Tante Girang XXX, dan dengan serta merta Tante Girang XXX mengalihkan lumatan dari punyaku ke wajah Bu Lina. Dengan buas sekali mereka saling berciuman bibir, berebutan untuk menelan air kenikmatan punyaku. Aku pun berjongkok dan membuka paha Tante Girang XXX, Tante Girang XXX hanya menurut.
“Mau apa kau Sayang..?” desah Tante Girang XXX.

Aku hanya diam saja dan mengarahkan wajahku ke arah selangkangannya yang berbau anyir dan tampak mengkilap karena sudah basah. Aku mencoba untuk melakukan seperti di film-film. Kumasukkan lidahku ke dalam rongga-rongga vaginanya serta menyedot-nyedot klitorisnya yang kaku itu. Kurasakan ketika aku menyedot benda kecil Tante Girang XXX, Tante Girang XXX selalu menggelinjang dan mengangkat pantatnya, sehingga kadang hidungku ikut mencium benda kecil itu.

“Her.., kamu kok pinter banget sih, terus, terus uggh.. ughh.. ahhh, ehh, aahhh..!” ceracau Tante Girang XXX.

“Terus Her, terus..! Beri Tantemu surga kenikmatan, ayo Her..!” ucap Bu Lina yang memilin dan mengemut puting susu Tante Girang XXX.

“Terus Bu..! Her.., aku mau muncrat! Ayo Her.., sedot yang keras lagi..!” pinta Tante Girang XXX.

Aku pun semakin liar memainkan vaginanya, dan dengan teriakan Tante Girang XXX, “Aghh.., ughh..!” lidahku merasakan ada cairan kental keluar dari vagina Tante Girang XXX. Aku cepat-cepat menangkapnya dan sedikit ragu untuk menelannya.
“Her, sudah Her.., Tante sudah puas nih..! Kamu gantian dengan Bu Lina ya..!” ucapnya sambil tangannya mengusap cairannya yang keluar dari liang senggamanya.

Aku pun tidak sadar bahwa batang kemaluanku sudah bangun lagi, tegak dengan sempurna walaupun sedikit terasa ngilu.
“Bentar Her.., kamu disini dulu ya..!” pinta Bu Lina sambil keluar ke tempat tumpukan koran dan mengambil beberapa lembar.

Kemudian Bu Lina masuk ke gudang lagi dengan menggelar koran yang dibawanya. Setelah kira-kira cukup, Bu Lina menelentangkan tubuhnya dan memanggilku, “Ayo sekarang giliran saya dong Her..!” katanya sambil tangannya meremas susunya sendiri.

Aku pun langsung mengangkanginya dan kedua tangan pun mengganti tangannya untuk meremas susu-susunya yang masih kenyal. Lembut, halus, enak rasanya memegang payudara orang dewasa.

“Her.., masukin dong tuh burung kamu ke lubang Lina, ayo dong Her..!” bisiknya lembut.

|| intermezooo….Silahkan lanjutkan baca Cerita Ngentot Tante Girang nya ya….||||

Aku pun berusaha untuk mengarahkan masuk ke liangnya, tapi dasar memang masih amatir, terasa terpeleset terus.
“Ayo Lina bantu biar nggak salah sasaran..!” ucapnya.

Dan tangannya pun memegang batang kemaluanku dengan lembut dan memberikan kocokan sebentar, dan akhirnya dibimbing masuk ke lubang kenikmatannya.

Ini pertama kali kurasakan penisku masuk ke sarangnya. Terasa hangat, lembab, nikmat dan seperti ditarik-tarik dari dalam kamaluan Bu Lina. Secara naluri aku pun mulai menggerakkan pantatku maju mundur secara pelan dan berirama.
“Terus Her.., masukkin lagi yang lebih dalam, ayooo, ughh..!” desah Bu Lina.

Tangan Bu Lina pun telah memegang pantatku dan menekan-nekan supaya doronganku lebih keras, sedangkan kakinya telah melingkar di pinggangku.

Kira-kira hanya 10 menit berlalu, Bu Lina menjerit sambil menggaruk punggungku dengan keras, “Ooohhh.., aku ngejrot.., Her..! Yeess.., uhhh..!”

Kemudian tubuhnya lunglai dan melepaskan kakinya yang melingkar di pinggangku. Aku pun bangkit meninggalkan Bu Lina yang telentang dan tampak dari liang kenikmatannya sangat banyak cairan yang keluar. Kuhampiri Tante Girang XXX yang mulai menutup pintu-pintu tokonya. Aku pun turut membantunya untuk mengemasi barang-barang.

Setelah beberapa menit menunggu jemputan, terdengar telpon berdering. Setelah kuangkat ternyata mobil yang dipakai menjemput dipakai suaminya untuk ngantar tetangga pindahan. Kemudian aku pun menawarkan untuk mengantarkan ke rumah Tante Girang XXX dengan Impresa 95 kesayanganku.

Di dalam perjalanan, Tante banyak bercerita bahwa hubungan lesbinya dengan Bu Lina sudah 3 tahun, karena Omku suka pulang malam (mabuk-mabukan, judi, nomor buntut, dan sebagainya) sehingga tidak puas bila dicumbu oleh Omku. Sedangkan Bu Lina memang janda karena suaminya minggat dengan wanita lain.

Sampai di rumah Tante Girang XXX, suasananya memang sepi karena anaknya kuliah dan Omku sedang mengantar tetangga pindah rumah. Setelah aku angkat-angkat barang ke dalam rumah, aku pun lalu pamitan mau pulang kepada Tante Girang XXX. Aku terkejut, ternyata Tante Girang XXX bukannya memperbolehkan aku pulang, tetapi malah menarik tanganku menuju kamar Tante Girang XXX.

“Her.., Tante tolong dipuasin lagi ya Yang..!” pintanya sambil memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya ke tubuhku.

Aku pun mencium bibirnya yang terbuka dan mengulumnya dengan nafsu, demikian pula Tante Girang XXX. Kemudian dengan dorongan, jatuhlah tubuh kami berdua di kasurnya, dan dengan bersemangat kami saling meraba, menindih, merintih. Hingga akhirnya aku melepaskan maniku ke dalam kemaluan Tante Girang XXX.

Aku pun pamitan pulang dengan mencium bibirnya dan meremas susunya dengan lembut. Kemudian dari laci lemari diambilnya uang seratus ribuan, dan diberikan kepadaku, “Untuk rahasia kita..!” katanya.

Sampai saat ini lebih dari 2 tahun aku bekerja di toko Tante Girang XXX, dan hubungan badanku dengan Tante Girang XXX dan Bu Lina masih berlangsung. Dan yang menyenangkan adalah Tanti, anak Bu Lina mau kupacari, dan aku ingin menjadikannya sebagai istri.

Arisan para suami

Tulisan ini diangkat berdasarkan kisah dan pengalaman yang sesungguhnya dengan nama pelaku serta tempat yang telah diubah. Apabila terdapat kesamaan nama maupun tempat peristiwa dalam tulisan ini, hal itu hanya merupakan suatu kebetulan belaka dan tidak ada hubungannya dengan siapa pun juga.

“Apa yang akan aku lakukan di sini?” pikirku ketika tiba di depan pintu gerbang villa itu. Villa tersebut terletak di sebuah bukit terpencil di tengah kerimbunan hutan pinus. Untuk sampai di sana kita harus melalui sebuah jalan kecil yang merupakan jalan pribadi yang menghubungi villa tersebut dengan jalan utama. Di ujung jalan tersebut kita akan menjumpai sebuah pintu gerbang yang kokoh terbuat dari besi memagari sebuah bangunan artistik dikelilingi oleh taman yang asri. Begitu kami mendekati gerbang tersebut, tiba-tiba dua orang laki-laki berpotongan rambut pendek dengan tubuh kekar menghampiri kami. Suamiku segera menyodorkan sebuah kartu nama yang entah dari mana dia peroleh. Kemudian dengan wajah ramah mereka membukakan pintu dan mempersilakan kami masuk.

Di dalam pekarangan villa itu kulihat beberapa mobil telah terparkir di sana dan salah satunya adalah mobil Priyono sahabat suamiku. Keluarga kami dan keluarga Priyono memang bersahabat. Umur kami tidak jauh berbeda sehingga kami mempunyai persamaan dalam pergaulan.

Suamiku seorang pengusaha muda sukses, demikian juga Priyono. Baik suamiku maupun Priyono mereka sama-sama sibuknya. Mereka kelihatannya selalu dikejar waktu untuk meraih sukses yang lebih besar lagi bagi keuntungan bisnisnya. Sehingga boleh dikatakan hidup kami sangat berlebih sekali akan tetapi di lain sisi waktu untuk keluarga menjadi terbatas sekali. Hanya pada hari-hari weekend saja kami baru dapat berkumpul bersama. Dan itu pun apabila suamiku tidak ada urusan bisnisnya di luar kota.

Keadaan itu dialami juga oleh istri Priyono, Novie. Sehingga antara aku dan istri Priyono merasa cocok dan akrab satu sama lainnya. Kami juga selalu mengatur waktu senggang bersama untuk melakukan pertemuan-pertemuan rutin atau rekreasi bersama. Kebetulan istri Priyono, juga agak sebaya denganku. Bedanya dia baru berumur tiga puluh tahun sedangkan aku telah berumur tiga puluh lima tahun. Apalagi wajahnya masih tetap seperti anak-anak remaja dengan tahi lalat di atas bibirnya membuat penampilan istri Priyono kelihatan lebih muda lagi. Selain itu bentuk tubuhnya agak mungil dibandingkan denganku. Badannya semampai namun berbentuk sangat atletis. Maklumlah selain dia secara rutin mengikuti kegiatan latihan di salah satu fitness center, dia juga memang seorang atlet renang. Sehingga warna kulitnya agak kecoklatan-coklatan terkena sinar matahari.

Berbeda denganku yang berkulit agak putih dengan bentuk tubuh yang agak lebih gemuk sedikit sehingga buah dada dan pinggulku lebih kelihatan menonjol dibandingkan dengan istri Priyono. Menurut pandanganku penampilan istri Priyono manis sekali. Ada suatu daya tarik tersendiri yang dimilikinya setidak-tidaknya demikian juga menurut suamiku. Aku tahu hal itu karena suamiku sering membicarakannya dan malahan pernah bergurau kepadaku bagaimana rasanya sekiranya dia melakukan hubungan seks dengan istri Priyono.

Pertemuan kami dengan keluarga Priyono pada mulanya diisi dengan pergi makan malam bersama atau mengunjungi club rekreasi para eksekutif di setiap akhir pekan. Sekali-sekali kami bermain kartu atau pergi berdarmawisata. Akan tetapi ketika hal tersebut sudah mulai terasa rutin, pada suatu saat suamiku dan Priyono mengajak kami untuk ikut menjadi anggota CAPS.

“Apa artinya itu..?” kataku.
“Artinya adalah Club Arisan Para Suami atau disingkat CAPS, kalau diucapkan dalam bahasa Inggris jadi kep’es, tuh gagah nggak namanya”, jawab Priyono.
“Walah, baru tahu sekarang para suami juga kayak perempuan, pakai arisan segala”, kataku.
“Ini arisan bukan sembarang arisan..”, kata Priyono membela diri.
“Dahulu mau dinamakan The Golden Key Club, tapi gara-gara Eddy Tanzil maka namanya diganti jadi CAPS, Club Arisan Para Suami”, katanya lagi.
“Ya sudah kalau begitu.., kalau arisan para suami kenapa istri perlu dibawa-bawa ikut jadi anggota?” debatku lagi.
“Rupanya belum tahu dia..!” kata Prioyono dalam logat Madura seraya menunjukkan jempol ke arahku sambil melirik kepada suamiku. Suamiku juga jadi ikut tertawa mendengar logat Prioyono itu.

“Hei, rupanya pake rahasia-rahasiaan segala ya..!” kataku sambil memukul pundaknya.
“Iya Mbak.., mereka berdua sekarang ini lagi selalu kasak-kusuk saja. Jangan-jangan memang punya rahasia yang terpendam”, tiba-tiba kata istri Priyono menimpaliku.
“Eh, jangan marah dulu.. club arisan ini merupakan suatu club yang ekslusif. Tidak sembarangan orang boleh ikut! Hanya mereka yang merupakan kawan dekat saja yang boleh ikut dan itu juga harus memenuhi syarat!”
“Syarat apa..?!”
“Misalnya para anggota harus terdiri dari pasangan suami istri yang sah! Betul-betul sah.. saah.. saah!” katanya meniru gaya Marisa Haque diiklan TV.
“Kalau belum beristri atau bukan istri yang sah, dilarang keras untuk ikut! Oleh karena itu untuk ikut arisan ini perlu dilakukan seleksi yang ketat sekali dan tidak main-main! Jadi nggak ada yang namanya itu rahasiaan-rahasiaan..!” kata Priyono lagi.

“Ah kayak mau jadi caleg saja.. pakai diseleksi segala! Nggak mau sekalian juga pakai Litsus, terus penataran! Arisan ya arisan saja..! Dimana-mana juga sama! Paling-paling Bapak-bapaknya ngumpul ngobrolin cewek-cewek dan Ibu-ibunya ngerumpi sambil comot makanan disana-sini.., akhirnya perutnya jadi gendut dan pulang-pulang jadi bertengkar di rumah karena dengar gosip ini itu!” kataku.
“Nah, disini masalahnya. Arisan kita itu bukan arisan gosip, tapi arisan yang sip!” kata Priyono.
“Jadi arisan apa pun itu, apa sip, apa sup, apa saham, emas, berlian, Mercy atau BMW, ya akhirnya semua sama saja.., yang keluar duluan hanya gosip?” kataku ketus.
“Bukan.., bukan seperti itu. Malahan sebaliknya.., arisan ini justru bertujuan buat mengharmoniskan kehidupan perkawinan antara suami istri!” jawab Priyono.
“Lho, untuk itu kenapa mesti arisan..?” kataku lagi.
“Boleh nggak diberi tahu Mas?” kata Priyono sambil melirik kepada suamiku. Suamiku tersenyum sambil mengangguk.

“Begini Mbak, terus terang saja, arisan kita itu bentuknya kegiatan tukar-menukar pasangan”, katanya.
“Pasangan?! Pasangan apa..?” jawabku dengan sangat heran.
“Ya itu, pasangan suami-istri”, tiba-tiba suamiku menyeletuk.
“Mengapa harus ditukar-tukar sih? Dan apanya yang ditukar?” tanyaku karena aku jadi semakin tidak mengerti atas penjelasan suamiku itu.
“Walah, penjelasannya panjang.., ini kan jaman emansipasi”, kata suamiku.
“Memangnya apa hubungannya dengan jaman emansipasi!” aku menyela kata-kata suamiku.
“Begini.., kegiatan club ini sebenarnya bertujuan untuk mengharmoniskan kehidupan suami istri dalam rumah tangga”, kata suamiku.
“Jadi..”
“Jadi.., jadi ya kau ikut saja dulu deh! Nanti baru tahu manfaatnya!” kata Priyono menyeletuk.
“Nggak mau ah kalau hanya ikut-ikutan!”

“Begini Neng!” kata suamiku. “Singkatnya menurut pandangan para pakar seksualogi dalam kehidupan perkawinan seseorang pada saat-saat tertentu terdapat suatu periode rawan dimana dalam periode tersebut kehidupan perkawinan seseorang itu mengalami krisis. Krisis ini apabila tidak disadari akan menimbulkan bencana yang besar yaitu tidak adanya kegairahan lagi dalam kehidupan perkawinan. Apabila tidak ada kegairahan lagi antara suami-istri biasanya akan membawa akibat yang fatal”, kata suamiku lagi.
“Misalnya bagaimana?”
“Ya dalam kehidupan perkawinan itu secara tidak disadari timbul kejenuhan-kejenuhan. Kejenuhan yang paling utama dalam periode tersebut biasanya dalam masalah hubungan badan antara suami istri, pada periode tersebut hubungan seks antara suami-istri tidak lagi menyala-nyala sebagaimana pada masa setelah pengantin baru. Kedua belah pihak biasanya telah kehilangan kegairahan dalam hubungan mereka di tempat tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hubungan badan suami istri tersebut akhirnya terasa menjadi datar dan hanya merupakan suatu hal yang rutin saja. Untuk mengatasi hal itu bagi para pasangan suami istri perlu mendapatkan penggantian suasana, khususnya suasana dalam hubungan di tempat tidur”, kata suamiku.

“Ah itu kan hanya alasan yang dicari-cari saja.., bilang saja kalau sudah bosan dengan istri atau mau cari yang lain!” kataku.
“Nah, disinilah memang letak masalahnya.., yaitu ‘kebosanan’.., dan ‘wanita lain’. Hal itu sangat betul sekali.., karena ‘kebosanan’ merupakan sifat manusia, sedangkan ‘keinginan kepada wanita lain’ secara terus terang itu merupakan sifat naluri kaum laki-laki secara umum, disadari atau tidak disadari, diakui atau tidak diakui, mereka mempunyai naluri poligamis, yaitu berkeinginan untuk melakukan hubungan badan tidak dengan satu wanita saja. Akan tetapi sifat-sifat ini justru merupakan ’sumber konflik utama’ dari krisis kehidupan perkawinan seseorang! Nah!, hal inilah yang akan dicegah dalam kegiatan club itu!”

“Jelasnya bagaimana?” kataku.
“Apabila seorang suami menuruti naluri kelaki-lakiannya itu, maka dia cenderung akan melakukan penyelewengan dengan wanita lain secara sembunyi-sembunyi. Mengapa..? Karena dia tahu hal itu akan merupakan sumber konflik dalam rumah tangga yang sangat berbahaya. Pertama-tama karena dia tahu istri tidak menyetujuinya, oleh karena itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yang kedua hal itu membuat suatu keadaan yang tidak adil dalam kehidupan suami-istri. Kalau suaminya bisa merasakan orang lain, untuk mendapatkan kenikmatan seksual yang lain daripada istrinya, kenapa istrinya tidak..!”

“Apakah memang demikian problem dari sebuah perkawinan? Aku kira bukan hanya soal seks saja yang menjadi konflik dalam hubungan suami istri, namun juga tentunya ada unsur lainnya!” kataku berargumentasi.
“Tidak salah pendapatmu! Memang benar dalam suatu perkawinan banyak unsur yang mempengaruhinya, akan tetapi dalam perkawinan hanya ada dua unsur saja yang paling dominan, ibarat kopi dengan susunya!” kata suamiku.

“Apa hubungan perkawian dengan kopi susu?” tanyaku agak heran.
“Begini..” kata suamiku selanjutnya. “Dalam suatu perkawinan sebenarnya merupakan campuran antara dua unsur yang sangat berbeda, yaitu antara unsur ‘cinta’ dan unsur ‘kenikmatan seks’. Kedua unsur ini saling melengkapi dalam hubungan perkawinan seseorang. Unsur cinta adalah merupakan faktor yang dominan yang merupakan faktor utama terjalinnya suatu ikatan batin antara dua insan yang berlainan jenis. Unsur cinta ditandai dengan adanya kerelaan pengabdian dan pengorbanan dari masing-masing pihak dengan penuh keihlasan dan tanpa mementingkan egoisme dalam diri pribadi. Sedangkan unsur kenikmatan seks adalah merupakan unsur penunjang yang dapat memperkokoh dan mewarnai unsur cinta tersebut. Unsur ini ditandai dengan manifestasi adanya keinginan melakukan hubungan hubungan tubuh dari dua insan yang berlainan jenis, adanya kobaran nafsu birahi serta adanya keinginan dari masing-masing pihak untuk mendominasi pasangannya secara egois. Adanya nafsu birahi ini dalam diri kita sebagai mahluk alam adalah wajar dan bukan sesuatu yang memalukan. Nah.., kedua unsur tadi apabila kita ibaratkan seperti minuman tidak bedanya sebagai ‘kopi’ dengan ’susunya’. Unsur cinta dapat diibaratkan sebagai kopi dan unsur kenikmatan seks dapat diibaratkan sebagai susunya. Kedua unsur yang saling berbeda ini dapat dinikmati dengan berbagai cara. Apakah ingin dicampur sehingga menjadi sesuatu yang baru yang lain rasanya daripada aslinya atau dinikmati secara sendiri-sendiri sesuai dengan rasa aslinya!”

“Jadi apa hubungannya dengan arisanmu sekarang?”
“Nah, arisan ini bertujuan untuk membuat keadaan yang adil dan berimbang di antara suami dan istri. Kedua-duanya harus mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tuntutan dari wanita itu sendiri untuk beremansipasi. Dan hak itu tidak terkecuali walaupun dalam hubungan seks, para istri juga harus diberi kesempatan yang sama seperti para suami. Para istri juga harus dapat memilih kehendaknya, apakah sewaktu-waktu dia ingin minum ‘kopinya’ saja, atau ’susunya’ saja, atau ‘kopi susunya’. Masalahnya sekarang, bagaimana mewujudkan hal itu. Kalau dilakukan oleh para suami atau para istri itu secara sendiri-sendiri, maka akan menjadi kacau dan malahan tujuannya mungkin tidak akan tercapai. Oleh karena itu perlu diusahakan secara terorganisir. Yang paling gampang ya, dalam bentuk kegiatan arisan seperti ini”, kata suamiku.

“Iya Mbak, siapa tahu akhirnya para istri juga akan dapat menikmatinya.., eh malahan jangan-jangan jadi lebih doyan!” kata Priyono menimpali komentar suamiku.
“Ah, kau kayak bensin saja.., langsung nyamber!” kataku.
“Kalau begitu bukankah hal itu juga merupakan suatu penyelewengan dalam perkawinan?” tiba-tiba kata istri Priyono berkomentar.
“Tentu saja bukan..! Karena apa definisi menyeleweng itu? Seseorang itu dikatakan menyeleweng apabila dia melakukan hal di luar pengetahuan pasangannya. Atau dengan kata lain dia melakukan itu secara sembunyi-sembunyi sehingga pasangannya tidak tahu dan tidak pernah menyetujuinya. Berlainan dengan kegiatan ini. Semuanya terbuka dan melalui persetujuan bersama antara kedua pasangan suami-istri itu”, jawab suamiku.

Pada akhirnya setelah menjalani debat yang panjang dalam forum resmi maupun tidak resmi, aku dan istri Priyono mengalah. Resolusi para suami itu kami terima dengan catatan kami ikut dalam kegiatan club ini semata-mata hanya untuk sekedar ingin tahu saja dan tidak ada tujuan lain yang lebih dari itu. Selain daripada itu kami mengalah untuk membuat hati para suami senang. Oleh karena itulah malam ini akhirnya aku berada di tempat ini.

Aku mengenakan gaun dari bahan satin yang agak tipis yang agak ketat melekat di tubuhku. Aku mengenakan gaun ini adalah juga atas anjuran suamiku. Suamiku berkata bahwa aku sangat menarik apabila mengenakan pakaian yang agak ketat dan terbuka. Aku kira pendapat suamiku benar, karena dengan memakai gaun ini aku lihat bentuk tubuhku jadi semakin nyata lekak-lekuknya. Apalagi dengan model potongan dada yang agak rendah membuat pangkal buah dadaku yang putih bersih kelihatan agak tersembul keluar membentuk dua buah bukit lembut yang indah.

Tidak berapa lama kami berdiri di depan pintu, seseorang membuka pintu dan langsung menyalami kami.
“Selamat datang dan selamat malam”, katanya langsung sambil menyalami kami.
“Perkenalkan saya Djodi, tuan rumah di sini, dan ini istriku.., panggil saja Siska!” katanya langsung memperkenalkan seorang wanita yang tiba-tiba muncul. Dandanannya agak menor untuk menutupi kerut wajahnya yang sudah dimakan usia. Tapi secara keseluruhan bentuk tubuhnya masih boleh jugalah. Buah dadanya subur walaupun perutnya kelihatan agak gendut. Kelihatannya dia itu seorang keturunan Cina. Selanjutnya kami dipersilakan masuk ke dalam ruangan tamu.

Suasana dalam ruangan itu kudapati biasa-biasa saja. Di sudut-sudut ruangan terdapat makanan kecil dan buah-buahan. Di sudut lainnya ada sebuah bar yang kelihatan lengkap sekali jenis minumannya. Sementara itu suara iringan musik terdengar samar-samar mengalun dengan lembut dari ruang tamu yang besar. Yang membedakannya adalah para tamunya. Kelihatannya tidak begitu banyak, kuhitung hanya ada belasan orang dan wanitanya semua berdandan secantik mungkin dengan pakaian yang lebih seksi daripada yang kukenakan. Demikian juga aku tidak melihat seorang pelayan pun atau petugas catering yang biasanya mengurusi konsumsi dalam pesta-pesta yang diadakan di rumah-rumah mewah seperti ini.

“Silakan.. help your self saja”, kata nyonya rumah kepada kami dalam bahasa Inggris logat Cina Singapore. “Memang sengaja para pembantu semuanya sudah disuruh ngungsi.., you know kan, agar privacy kita tidak terganggu!” katanya lagi dengan suara yang genit.

Kami segera berbaur dengan pasangan-pasangan lainnya yang sudah ada di sana. Priyono dan istrinya sedang mengobrol dikelilingi beberapa pasangan lainnya. Aku lihat istri Priyono benar-benar sangat menarik sekali malam itu dengan pakaiannya yang agak tembus pandang membuat mata kita mau tidak mau akan segera terjebak untuk memperhatikannya dengan seksama, apakah dia memakai pakaian dalam di balik itu. Sehingga dalam pakaian itu dia tidak saja kelihatan sangat cantik akan tetapi juga seksi. Melihat penampilan istri Priyono, suamiku jadi sangat antusias sekali. Dia terus memperhatikan istri Priyono tanpa mempedulikanku lagi. Sikap suamiku yang demikian menimbulkan juga rasa cemburu di hatiku. Jadi benar dugaanku, rupanya suamiku benar tertarik kepada istri Priyono. Pantas saja dia sering memujinya bahkan sering mengatakan kepadaku secara bergurau bagaimana rasanya kalau berhubungan kelamin dengan istri Priyono.

Tidak berapa lama kemudian tuan rumah beserta istrinya menghampiri kami. “Mari kita ambil minum dahulu”, katanya sambil langsung menuju bar. Salah seorang tamu kemudian bertindak sebagai bar tender. Dengan cekatan dia membuatkan minuman yang dipilih masing-masing orang dan kebanyakan mereka memilih minuman yang bercampur akohol. Kecuali aku dan istri Priyono. Aku memang tidak begitu tahan terhadap minuman beralkohol.

“Anda minum apa?” tanyanya kepadaku dan istri Priyono.
“Coca cola saja..!” kataku.
“Pakai rum, bourbon atau scotch?” “Terima kasih.., coca cola saja..!”
“Oo, di sini tidak boleh minum itu! Itu termasuk minuman kedua yang dilarang di sini..!” katanya dalam nada yang jenaka. “Minuman pertama yang dilarang adalah cola atau lainnya yang dicampur dengan Baygone! Yang kedua minuman yang anda pilih tadi, jadi mau tidak mau harus dicampur sedikit dengan rum atau lainnya. Saya kira ‘rum and cola’ cocok untuk anda berdua!” katanya lagi sambil terus mencampur rum dan segelas cola serta menaruh es batu ke dalamnya.
“Ini.., cobalah dahulu.., buatan bar tender terkenal!” katanya sambil menyodorkan gelas itu kepada kami.

Selesai membuat minuman dia segera bergabung dengan kami.
“Anda cantik sekali dengan busana ini”, katanya seraya memegang pundakku yang terbuka.
Aku agak menjauhinya seketika karena kukira dia mabuk. Tapi sesungguhnya hal itu disebabkan aku tidak terbiasa beramah-ramah dengan seorang pria asing yang belum kukenal benar.
“Terima kasih”, kataku berusaha menjawabnya.
“Dada anda bagus sekali”, katanya sambil menatap dalam-dalam ke arah belahan dada gaunku.
Dia diam sejenak. Kemudian dia mulai memperhatikanku secara khusus. Kelihatannya dia sedang menilaiku. Aku dapat membacanya dari senyumnya yang tersembunyi. Apabila waktu yang lalu ada seorang laki-laki yang memandang diriku secara demikian maka suamiku mungkin akan segera mengirimkan bogem mentah kepadanya.

Aku pun kemudian mulai memperhatikan penampilannya. Aku berpikir apakah dia laki-laki yang akan meniduriku nanti? Tidak begitu jelek juga, pikirku. Tinggi badannya kira-kira 170 cm, dengan bahu yang bidang dan wajah yang ramah menarik. Aku berpikir rupanya dalam club ini untuk dapat tidur dengan seorang wanita tidak berbeda bagaikan akan membeli seekor sapi saja. Namun secara tidak disadari aku menyukai juga ucapannya itu terutama datangnya dari seorang pria yang tidak aku kenal dan di hadapan suamiku. Kuharap dia dengar kata-kata itu. Kata-kata itu ditujukan kepadaku, bukan kepada istri Priyono. Ya, pada saat itu aku merasa agak melambung juga walaupun hanya sedikit.

Aku segera menghabiskan minumanku. Aku memang selalu berbuat itu, akan tetapi rupanya dia mengartikannya lain bahwa aku ingin segera memulai sesuatu.
“Jangan terburu-buru!” katanya.
“Kita belum lagi tahu cottage mana yang akan anda tempati”, katanya sambil menambah minumanku. “Akan tetapi saya senang sekali apabila nanti kita dapat tempat yang sama dan segera ke sana.” bisiknya.
Aku menjadi agak terselak seketika. Hal ini disebabkan bukan hanya aku kaget mendengar bisikannya itu, tetapi juga minumanku terasa sangat keras sehingga kepalaku langsung terasa mulai berat.
“Saya benar-benar baru pertama kali mengikuti pertemuan ini”, tiba-tiba aku berkata secara spontan.
“Ohh”, katanya agak kaget. Kemudian dia menatapku dengan pandangan yang menyesal.
“Saya harap kata-kata saya tadi tidak menyinggung anda.” bisiknya dengan nada minta maaf.
“Sungguh.. sungguh tidak”, kataku sambil memberikan senyuman.

Tidak berapa lama kemudian tuan rumah mengumumkan akan melakukan penarikan nomor arisan. Semula aku mengira tuan rumah akan menarik nama pasangan yang akan mendapat arisan bulan ini sebagaimana arisan-arisan biasa lainnya. Akan tetapi dugaanku meleset. Mula-mula tuan rumah meminta kami untuk berkelompok secara terpisah antara suami istri. Para suami membuat kelompok sendiri dan para istri juga membuat kelompok sendiri. Selanjutnya kami masing-masing diminta mengambil amplop kecil dalam dua buah bowl kristal yang berbeda yang diletakkan pada masing-masing kelompok. Satunya untuk para suami dan satunya lagi untuk para istrinya. Amplop kecil tersebut ternyata berisi sebuah kunci dengan gantungannya yang bertuliskan sebuah nomor.

Aku bertanya kepada wanita di sebelahku yang kelihatan sudah biasa dalam kegiatan ini.
“Kunci ini adalah kunci cottage yang ada di sekitar villa ini..” katanya. “Jadi nanti kita cocokkan nomor yang ada di kunci itu dengan nomor bungalow atau kamar di sana.”
“Terus..” kataku selanjutnya.
“Terus..!?” katanya sambil memandang kepadaku dengan agak heran. “Terus..? Oh ya.., kita tunggu saja siapa yang dapat kunci dengan nomor yang sama!”

Tiba-tiba hatiku menjadi kecut. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan dalam cottage itu. Apalagi hanya berduaan dengan laki-laki yang bukan suami kita.
“Jadi kita hanya dengan berdua dalam cottage itu?”
“Ya, karena kuncinya sudah pas sepasang-sepasang!”
“Jadi kita tidak tahu siapa yang dapat kunci dengan nomor yang sama dengan nomor kita?” kataku untuk menegaskan dugaanku.
“Ya, memang sekarang ini sistemnya berbeda. Dahulu pada waktu club ini disebut The Golden Key Club memang kita bisa ketahui karena para pesertanya mula-mula berada dalam sebuah kamar masing-masing. Jadi kita tahu siapa di kamar nomor berapa. Kemudian baru para suami keluar dan saling tukar menukar kunci kamar mereka dimana para istrinya berada di dalamnya. Sekarang sistem itu telah dirubah. Karena dengan sistem itu ada anggota yang suka curang. Dia memilih pasangan yang diincarnya sehingga timbul komplain dari anggota yang lain. Sekarang masing-masing pasangan mengambil kunci kamar secara diundi dan disaksikan oleh semua anggota. Sehingga sekarang lebih fair karena anggota tidak dapat memilih pasangannya yang diincar terlebih dahulu. Kelemahannya dalam sistem ini ada kemungkinan pasangan suami-istri itu juga akan mendapatkan nomor yang sama. Kalau sudah begitu ya nasibnya lah.., kali ini dia tidak dapat apa-apa.”

Sekarang aku baru mengerti mengapa club ini dahulu dinamakan The Golden Key Club. Selesai kami mengambil kunci semua berkumpul kembali di ruang tamu. Tuan rumah meminta kami untuk mengambil gelas sampanye masing-masing kemudian kami bersulang. Aku mereguk sampanye itu sekaligus sehingga kepalaku kini terasa semakin berat.
“Dapat nomor berapa?” kata suamiku yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.
“Nomor delapan..!” jawabku.
“Untung..! ”
“Kenapa untung?”
“Ya untung tidak dapat nomor yang sama.., nomorku duabelas!” katanya.
“Itu bukan untung tapi cilaka.., cilaka duabelas namanya!”
“Ya tapinya untung juga..!” jawab suamiku.
“Kenapa..?”
“Untung bukan cilaka tigabelas!” jawabnya sambil tertawa.
“Sudah percuma berdebat di sini..!” kataku. “Eh kalau Novie dapat nomor berapa ya?” kataku lagi.
“Iya ya.., nomor berapa dia, tolong kau tanyakan dong!”

Rupanya aku tidak usah berpayah-payah mencari Novie karena tiba-tiba Priyono dan istrinya sudah berada di dekat kami.
“Eh, kamu dapat nomor berapa?” aku berbisik kepada Novie. “Nomor duabelas Mbak..” jawabnya.
Aku jadi terhenyak. Jadi maksud suamiku untuk meniduri istri Priyono kini tercapai. Aku segera memberi isyarat kepada suamiku bahwa nomornya sama dengan nomor dia. Suamiku kelihatan berseri-seri sekali ketika menerima isyaratku. Aku jadi agak cemburu lagi melihat tingkahnya. Dia bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti irama musik yang mengalun di ruangan itu.

Tidak berapa lama kemudian lampu-lampu di seluruh ruangan itu mulai meredup. Ruangan itu kini menjadi agak gelap dan alunan musik berirama slow terdengar lebih keras lagi. Suasana dalam ruangan itu kini jadi lebih romantis. Aku lihat beberapa pasangan yang mulai berdansa tapi kebanyakan dari mereka menyelinap satu persatu, mungkin menuju cottage-nya masing-masing, tapi ada juga yang masih duduk-duduk mengobrol di sofa.

Tiba-tiba Priyono mengajakku untuk berdansa. Dan sudah barang tentu suamiku segera juga mengajak istri Priyono berdansa. Ketika kami berdansa Priyono mendekapku erat-erat. Begitu sangat eratnya sehingga seolah-olah kami dapat mendengar degub jantung di dada masing-masing.
“Kamu dapat nomor berapa?” tiba-tiba Priyono berbisik di telingaku.
“Nomor delapan!” jawabku.
“Ah, sayang..”
“Mengapa?” kataku lagi.
“Aku nomor enam!” katanya lagi.
“Siapa itu..?” tanyaku.
“Aku dengar sih Nyonya Siska, istrinya tuan rumah!”
“Wah, enak dong.., orangnya sintal, mungkin tiga hari nggak habis dimakan!” kataku berseloroh.
“Jangan ngeledek ya..!” katanya.
“Memangnya kenapa..? Kan betul orangnya sintal!”
“Potongan seperti itu bukan typeku!” katanya.
“Typemu seperti apa sih?” kataku.
“Seperti kamu..!” katanya lagi sambil terus mendusal-dusal leherku.

Aku jadi agak bergelinjang juga leherku diciumi Priyono sedemikian rupa. Selama kami bergaul belum pernah dia melakukan hal yang tidak senonoh denganku. Dia sangat sopan terhadapku. Tapi malam ini tiba-tiba saja dia berbuat itu. Apakah karena pengaruh alkohol yang dia minum tadi atau memang selama ini dia juga mempunyai perasaan yang terpendam terhadap diriku. Perasaanku kini jadi melambung kembali. Ditambah dengan pengaruh alkohol yang aku minum tadi, aku merasakan adanya gairah birahi yang timbul dalam diriku ketika berdekapan Priyono sehingga aku pasrah saja leherku didusal-dusalnya.

“Eh, kau ngerayu, atau mabok..? Kenapa dari dulu-dulu nggak bilang!” kataku sambil terus mendekapkan tubuhku lebih erat lagi sehingga buah dadaku terasa menyatu dengan dadanya.
“Malu sama suamimu!”
“Kenapa malu.., dia sendiri juga sering cerita bahwa dia suka sama istri kamu, eh sekarang dia dapat nomor kamar istrimu lagi!” kataku lagi.
“Oh ya..?” kata Priyono. “Kalau aku dulu bilang.., kau terus mau apa?”
“Tentunya kita nggak usah payah-payah ikut arisan di sini.. di rumah saja!”
“Ah, kau..!” katanya sambil terus menempelkan pipinya ke pipiku. Selanjutnya begitu irama musik hampir selesai, tiba-tiba Priyono meraih wajahku dan langsung mengecup bibirku dengan lembut.

Ketika kami kembali ke tempat semula kudapati suamiku dan istri Priyono sudah tidak ada di sana. Aku pikir mereka sudah tidak sabar lagi dan masuk ke cottagenya ketika kami sedang berdansa tadi. Baru saja kami duduk tiba-tiba sepasang suami istri datang menghampiri kami dan mengulurkan tangannya.
“Saya Alex.., dan ini istri saya Mira”, katanya memperkenalkan diri.
Priyono dan aku menyebutkan nama kami masing-masing. Selanjutnya kami berbasa-basi berbincang-bincang sejenak.
“Anda dapat nomor berapa?” dia bertanya kepada Priyono.
“Enam!” jawab Priyono singkat.
“Saya nomor delapan dan istri saya nomor enambelas” katanya.
Aku jadi tersentak seketika, demikian juga Priyono.
“Itu adalah nomorku”, kataku. “Oh ya!” kata Alex agak kaget. “Saya kira anda berdua sudah bernomor sama.., tapi anda kan bukan pasangan suami istri?” katanya lagi.
“Ya..!” kataku hampir serempak.

Kemudian dia berpaling kepada Priyono dan mengamit lengannya menjauhi kami.
“Bolehkah kita bernegosiasi..” bisiknya kepada Priyono.
“Saya lihat anda senang sekali dengan nomor delapan. Sebenarnya saya juga senang dengan penampilannya, akan tetapi saya sudah mempunyai janji dengan nomor enam. Bagaimana kalau kita bertukar nomor? Anda mengambil nomor delapan dan saya nomor enam. Sedangkan istri saya memang sudah sesuai dengan nomor enambelas yang juga kebetulan tuan rumah kita. Memang hal ini tidak diperbolehkan apabila ada anggota lainnya yang tahu. Tapi saya harap hal ini hanya di antara kita saja.”
Bagaikan mendapatkan durian runtuh, Priyono segera saja mengiyakan. Kemudian kulihat mereka bertukar nomor kunci.
“Oh, dear!” kata Alex. “Kali ini saya tidak akan menginterupsi kalian. Lain kali saya harap saya dapat nomor anda lagi!” Kemudian dia melingkarkan tangannya ke tubuhku dan memberikan sebuah kecupan kecil di bibirku. Selanjutnya tidak ayal lagi Priyono segera memegang tanganku dan menuntunku menuju cottage nomor delapan.

Ketika kami memasuki pintu cottage itu aku berpikir di sinilah kemungkinan awalnya perubahan hidupku. Seumur hidupku aku belum pernah melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain kecuali dengan suamiku sendiri, akan tetapi hal itu akan berubah dalam waktu beberapa menit ini. Aku akan menjadi seorang istri yang serong dan semuanya ini disebabkan oleh ulah suamiku sendiri. Apakah ada orang yang akan percaya mengenai hal itu? Secara jujur begitulah keadaanku dan itulah apa yang kupikirkan waktu itu. Aku tahu dengan ini aku memberikan suamiku semacam kepuasan seks lain sebagaimana yang dia inginkan.

Begitu memasuki cottage itu Priyono langsung merangkulku dan mulai menghujani wajahku dengan kecupan-kecupan kecil. Dia kelihatan begitu sangat bernafsu sekali terhadap diriku. Aku benar-benar tidak menyangka Priyono dapat bersikap seperti itu. Selama ini kukenal dia wajar-wajar saja apabila bertemu denganku. Apakah pada acara-acara rutin kami atau kesempatan lainnya. Kupikir apakah hal itu akibat pengaruh alkohol yang diminumnya tadi atau mungkin juga memang sejak dahulu dia sudah mempunyai minat yang besar terhadap diriku namun dia terlalu sopan untuk mengungkapkannya dalam kesempatan yang biasa.

Tidak berapa lama kemudian tangannya segera menyusup ke balik busanaku yang memang berpotongan rendah dan menjalar menelusuri punggungku. Tiba-tiba kusadari betapa nikmatnya itu semua. Aku merasakan suatu hal yang luar biasa yang belum pernah kualami sebelumnya, aku merasa bagaikan kembali pada saat-saat dimana aku mengalami ciuman yang pertama dari seorang laki-laki. Hanya kini rasa sensasi yang muncul dalam diriku aku rasakan tidak asing lagi. Aku ingin segera ditiduri.

Ketika bibirnya menempel di bibirku aku pun langsung melumatnya dengan kuat. Selanjutnya dia merenggangkan mulutku dan mendorongkan lidahnya di antara gigiku mencari-cari lidahku yang segera kujulurkan untuk menyambutnya. Sungguh merupakan suatu ciuman yang panjang dan lama sekali. Selanjutnya dengan segera tangannya mulai meraba daerah sekitar buah dadaku. Aku mempunyai suatu kelemahan mengenai buah dadaku, aku maksudkan buah dadaku sangat sensitif sekali. Begitu buah dadaku tersentuh maka praktis akan membuatku terus bergelinjang. Oleh sebab itu ketika tangannya menyentuh langsung puting susuku maka aku menjadi bergelinjang dan meliuk-liuk dengan liarnya. Jari-jariku menghujam di punggungnya menahan suatu perasaan yang sangat dahsyat.

Pada saat tubuh kami terlepas satu sama lainya, nafas kami pun memburu dengan hebat. Dia mulai meneliti busanaku mencari kancing atau pun reitsleting untuk segera melepaskan busana itu dari tubuhku. Akan tetapi busanaku memang hanya mempergunakan karet elastis saja, maka dengan mudah aku segera melepaskan busana itu melalui kepala. Aku tidak mengenakan apa-apa lagi di balik busanaku itu kecuali dua carik pakaian dalam model bikini yang tipis dengan warna yang senada dengan kulitku.

“Saya senang dengan puting susu yang besar”, katanya sambil menyentuh puting susuku dengan lembut. “Karena cukup untuk menyusui anaknya dan sekaligus bapaknya.” Aku tidak menjawab. Kupikir dalam kesempatan seperti ini dia masih saja bisa berkelakar. Akan tetapi sebenarnya saat itu aku juga ingin berkata kepadanya bahwa aku juga ingin segera menyaksikan bagaimana bentuk tubuh aslinya di balik kemeja dan pantalonnya itu. Namun aku merasa masih sangat malu untuk berkata secara terus terang. Rupanya dia dapat membaca apa yang ada dalam pikiranku. Sehingga selanjutnya kudapati dia mulai membuka kancing kemejanya dan melepaskan kemeja itu dari tubuhnya.

Aku masih teringat bagaimana bentuk dadanya itu dan bagaimana ketika dia memperlakukan diriku. Dadanya kecoklat-coklatan hampir berwarna sawo matang penuh ditumbuhi dengan bulu dada keriting berwarna hitam di tengahnya. Otot-ototnya pun semua kelihatannya sangat kokoh dan seimbang. Ingin rasanya aku menyentuhkan wajah serta puting susuku ke dadanya, dan tidak berapa lama kemudian secara tidak kusadari aku telah melakukan hal itu. Aku mengecup dadanya kemudian puting susunya. Betapa aku menggali kenikmatan dari itu semua.

Ketika aku merapatkan tubuhku ke tubuhnya, aku dapat merasakan gumpalan alat kejantanannya di balik pantalonnya yang sudah menjadi besar dan keras sekali. Dia menggesek-gesekkan alat kejantanannya tersebut ke tubuhku yang hanya mengenakan BH serta celana dalam nylon yang tipis. Sementara itu tangannya telah menyusup ke balik celana dalamku menelusuri daerah sekitar pantatku dan meremas-remasnya dengan kuat daging pantatku yang lembut dan berisi. Selanjutnya dengan serta merta dia melucuti celana dalamku ke bawah kakiku, sementara aku pun merasa semakin bergelinjang dengan hebatnya. Segera saja kulemparkan celana dalam itu dengan kakiku jauh-jauh dari tubuhku. Dia pun kini melepaskan BH-ku sehingga kini tubuhku benar-benar berada dalam keadaan bertelanjang bulat berdiri di hadapannya.

Kemudian Priyono agak menjauh beberapa saat untuk menurunkan reitsleting calananya. Begitu reitsleting diturunkan dalam sekejap pantalonnya pun juga ikut tergusur ke bawah. Dan sudah barang tentu pemandangan selanjutnya yang kusaksikan adalah sebuah alat kejantanan yang sangat besar dan gempal sedang berdiri dengan tegaknya menentang diriku.

Aku tidak melihat banyak perbedaan dengan bentuk alat kejantanan suamiku, akan tetapi yang mengesankan adalah alat kejantanan yang kulihat sekarang adalah milik seorang laki-laki lain walaupun dia sahabat suamiku. Seumur hidupku aku belum pernah menyaksikan alat kejantanan seorang laki-laki dewasa yang begitu dekat jaraknya dengan tubuhku kecuali alat kejantanan suamiku sendiri, apalagi aku sendiri dalam keadaan bertelanjang bulat, dan tidak berapa lama lagi dia akan menyetubuhi diriku dengan alat tersebut. Sehingga secara tidak sadar kurasakan timbul suatu keinginan dalam diriku untuk segera memegang bahkan menghisap alat kejantanan itu, akan tetapi sekali lagi aku masih tidak mempunyai keberanian melakukan hal itu.

Selanjutnya Priyono meraih dan membopong tubuhku yang telah bertelanjang bulat itu ke atas tempat tidur. Aku segera telentang di sana dengan segala kepolosan tubuhku menanti kelanjutan dari dari kesemuanya itu dengan pasrah. Akan tetapi rupanya Priyono belum mau memasukkan alat kejantanannya ke liang kewanitaanku. Dia masih tetap saja berdiri menikmati pemandangan keindahan tubuhku dengan pandangan yang penuh dengan kekaguman.

Tatapan mata Priyono ke seluruh tubuhku yang bugil di lain keadaan juga menumbuhkan semacam perasaan erotis dalam diriku. Aku merasakan adanya suatu kenikmatan tersendiri bertelanjang bulat di hadapan seorang laki-laki asing yang bukan suamiku sendiri dan memperlihatkan seluruh keindahan lekuk tubuhku yang selama ini hanya disaksikan oleh suamiku saja. Sehingga secara tidak sadar kubiarkan tubuhku dinikmati mata Priyono dengan sepuas-puasnya. Malahan ketika tatapan mata Priyono menyapu bagian bawah tubuhku secara reflek aku renggangkan keduabelah pahanya agak lebar seakan-akan ingin memberikan kesempatan yang lebih luas lagi kepada mata Priyono untuk dapat menyaksikan bagian dari tubuhku yang paling sangat rahasia bagi seorang wanita.

Puas menikmati keindahan tubuhku kini tangan Priyono mulai sibuk di seluruh tubuhku. Tangannya mulai meraba dan meremas seluruh bagian tubuhku yang sensitive. Mulai dari buah dadaku yang subur berisi sampai pada liang senggamaku yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang sangat lebat. Aku menjadi tambah bergelinjang dan tubuhku terasa bergetar dengan hebat. Secara tidak sadar aku mulai menggoyang-goyangkan pinggulku dengan hebat. Liang senggamaku tambah berdenyut dengan hebat dan terasa licin dengan cairan yang keluar dari dalamnya. Aku heran bagaimana seorang laki-laki yang bukan suamiku dapat membuat diriku menjadi sedemikian rupa. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa aku dapat merasakan gelinjang birahi yang sedemikian hebat dari laki-laki lain yang bukan suamiku.

Tidak berapa lama kemudian dia berlutut di depanku dan merenggangkan kedua belah pahaku lebih lebar lagi. Selanjutnya dia merangkak di antara kedua belah pahaku dan menatap langsung ke arah alat kewanitaanku. Lalu dia membungkukkan tubuhnya agak rendah dan mulai menciumi pahaku yang lama kelamaan semakin dekat ke arah liang kenikmatanku. Kembali aku merasakan suatu sensasi yang hebat melanda diriku. Aku benar-benar merasa semakin bertambah liar.

Aku berteriak liar dengan suara yang sukar dipercaya bahwa itu keluar dari mulutku. Bagaikan serigala yang ganas Priyono segera melumat habis-habisan alat kewanitaanku. Mula-mula dia menjulurkan lidahnya dan mulai menyapu klitorisku dengan sangat halus sekali namun cukup untuk membuatku menjadi lupa daratan. Pinggulku secara otomatis mulai bergerak turun naik bagaikan dikendalikan oleh sebuah mesin dalam tubuhku.

Priyono kemudian menurunkan lidahnya lebih ke bawah lagi dan membuat putaran kecil di sekitar liang senggamaku dan akhirnya dia sorongkan lidahnya dengan mahir ke dalamnya. Aku merasakan darahku menggelegak. Lidahnya terus keluar masuk berputar-putar menari-nari. Betapa tingginya seni permainan lidahnya itu tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Lebih jauh dari itu aku tidak tahan lagi dan aku langsung mencapai puncak orgasme yang hebat.

“Sudah.. sudahlah”, akhirnya aku berkata. Priyono tetap meneruskan melahap liang senggamaku. Sementara itu aku terus-menerus mengalami orgasme bertubi-tubi namun pada akhirnya dia berhenti juga. Dan pada saat dia mengambil posisi untuk menyetubuhi diriku, aku segera bangkit dan kini tanpa merasa risih lagi aku segera meraih alat kejantanannya yang hangat berwarna kemerah-merahan lalu memasukkannya ke dalam mulutku dan mulai bekerja dengan lidahku di sepanjang alat kejantanannya yang begitu terasa keras dan tegang. Aku merasakan suatu kenikmatan yang lain yang belum pernah aku rasakan. Aku merasakan alat kejantanan Priyono mempunyai aroma yang berlainan dengan alat kejantanan suamiku.

Kini aku baru sadar alat kejantanan dari setiap laki-laki juga mempunyai perbedaan rasa yang khas yang tidak sama antara satu lelaki dengan lelaki lainnya. Bukan saja dari bentuk dan ukurannya akan tetapi juga dari aroma yang dipancarkan oleh masing-masing alat kejantanan itu. Selain itu aku merasakan alat kejantanan laki-laki lain ternyata terasa lebih nikmat daripada alat kejantanan suamiku sendiri. Mungkin hal itu karena aku mendapatkan sesuatu yang lain dari apa yang selama ini kurasakan. Jadi walaupun serupa tetapi tidak sama rasanya.

“Sekarang giliranku untuk meminta berhenti”, katanya dengan tenang. Sebenarnya aku enggan melepaskan alat kejantanan yang menggiurkan itu dari mulutku. Aku ingin merasakan betapa alat kejantanannya itu memancarkan sperma dalam mulutku, akan tetapi kupikir tidak akan senikmat sebagaimana bila alat kejantanannya itu meledak dalam rahimku dalam suatu persetubuhan yang sempurna, sehingga kuturuti permintaannya dan membaringkan tubuhku dengan kedua belah kakiku ke atas. Selanjutnya aku menyaksikan sebuah dada yang bidang menutupi tubuhku dan tidak lama kemudian kurasakan alat kejantanannya itu mulai terbenam ke dalam liang senggamaku yang hangat dan basah. Aku jadi agak mengerang kecil ketika alat kejantanan yang besar dan gempal itu memasuki tubuhku.

“Oh, sayang.., sayang”, kata Priyono bergumam.
“Teruskan.., teruskan! Rasanya dahsyat sekali..!” kataku secara spontan sambil mengencangkan otot liang senggamaku sehinga alat kejantanan Priyono itu terjepit dengan kuat. Kemudian dengan suatu kekuatan bagaikan sebuah pompa hydroulis, liang kewanitaanku menghisap dalam-dalam alat kejantanan itu sehingga terasa menyentuh leher rahimku.

Secara perlahan-lahan dia mulai menggerakkan tubuhnya di atas tubuhku. Untuk beberapa saat aku telentang tanpa bergerak sama sekali menikmati diriku disetubuhi oleh seorang laki-laki yang bukan suamiku. Sungguh sulit dipercaya, aku merasa hal ini sebagai suatu mimpi. Seorang laki-laki lain yang bukan suamiku kini sedang memasukkan alat kejantanannya ke dalam tubuhku dan aku pun sedang menggali semua kenikmatan darinya.

Selanjutnya aku mulai menggoyang-goyangkan pinggulku dalam suatu putaran yang teratur mengikuti gerakan turun naik tubuhnya. Dengan garang Priyono terus-menerus menikamkan alat kejantanannya sedalam-dalamnya ke liang senggamaku secara bertubi-tubi. Alat kejantanannya dengan teratur keluar masuk dan naik turun di liang senggamaku yang membuka serta meremas dengan erat alat kejantanan itu. Aku merasakan persetubuhan yang sedang kami lakukan ini betul-betul sangat hebat. Dan kesemuanya ini disebabkan oleh alat kejantanan seorang laki-laki lain yang bukan suamiku.

Selanjutnya Priyono mulai menghujamkan tubuhnya ke tubuhku semakin kuat dan semakin kencang. Kami jadi bergumulan dengan hebat di atas tempat tidur saling cabik mencabik tubuh masing-masing. Tubuh kami bersatu dan merenggang dengan hebat. Setiap hunjamannya membawaku ke suatu alam fantasi yang jauh entah dimana yang tidak pernah kuketahui dan belum pernah kualami sebelumnya. Yang aku tahu pada saat itu hanyalah suara desahan kenikmatan yang keluar dari mulut kami masing-masing.

Tiba-tiba puncak dari itu semua, kurasakan alat kejantanannya yang berada dalam liang senggamaku menjadi sedemikian membesar dan tegang dengan keras. Liang senggamaku pun terasa berdenyut lebih keras lagi dan akhirnya aku merasakan suatu cairan yang hangat dan kental terpancar dari alat kejantanannya membanjiri liang senggamaku. Nafas Priyono dengan kuat menyapu wajahku. Saat yang mendebarkan itu berlangsung lama sekali. Sangat sukar aku lukiskan betapa kenikmatan yang kualami dari kesemuanya itu. Akhirnya kami terbaring dengan segala kelelahan namun dalam suatu alam kenikmatan lain yang belum pernah aku alami bersama suamiku. Yang terang ketika Priyono menarik alat kejantanannya dari liang senggamaku, aku merasakan ada sesuatu yang hilang dari dalam tubuhku.

Sisa malam itu tidak kami sia-siakan begitu saja. Kami menghabiskan sisa malam itu dengan melakukan hubungan intim beberapa kali lagi bagaikan sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu dalam suatu hubungan persetubuhan yang sangat dahsyat dan belum pernah kualami bersama suamiku selama ini. Kami terus berasyik-masyuk sampai saat-saat terakhir kami kembali ke rumah masing-masing ketika hari sudah menjelang subuh.

Keesokan harinya ketika aku terbangun, aku merasa bagaikan seorang wanita yang baru dilahirkan kembali. Demikian pula suamiku. Aku merasakan adanya suatu kesegaran dan kecerahan lain dari yang lain dan penuh dengan semangat kegairahan hidup. Hal ini membawa pengaruh kepada hari-hariku selanjutnya. Aku merasa mendapatkan suatu horizon baru dalam kehidupan. Demikian juga suamiku, kurasakan cinta kasih kami semakin bertambah dari waktu-waktu sebelumnya. Kehidupan rumah tangga kami serasa lebih harmonis penuh dengan keceriaan dan kegembiraan daripada waktu-waktu yang lalu. Dengan demikian tidak mengherankan kiranya apabila aku dan suamiku terus menghadiri arisan itu beberapa kali dan selama itu pula aku telah dapat merasakan berbagai macam type alat kejantanan laki-laki dalam berbagai macam bentuk dan ukuran serta berbagai macam tehnik permainan hubungan kelamin dengan para suami orang lain. Akan tetapi yang penting dari kesemuanya itu, di lain keadaan, aku menyadari suatu hal yang selama ini tidak pernah terpikirkan maupun kubayangkan sebelumnya, bahwa alat kejantanan suami kita sendiri sesungguhnya juga mempunyai suatu keistimewaan tersendiri. Aku dapat mengetahuinya kesemuanya itu karena aku telah dapat membandingkannya dengan alat kejantanan dari suami-suami orang lain.

TAMAT

Tukeran yuk

Sebelumnya kami perkenalkan dulu, nama saya Andy (31) dan istri, Wanda (32), masih junior di dunia swing tetapi kami benar-benar sangat menikmati petualangan baru ini.

Beberapa hari lalu, dalam sebuah perjalanan pulang dari tempat kerja, tiba-tiba HP-ku berdering, "Hmm... Dimas rupanya", gumamku setelah melihat layar display HP-ku. Segera aku aktifkan handsfree dan setelah aku ucapkan "Halo", terdengar suara dari seberang, "Ndy... elu ada acara gak malem ini? gua sama Santi lagi pengen karaoke-an nih... ajak aja si Wanda!". Akupun menjawab, "Mmm... kayaknya bole juga tuch.. aku coba telpon Wanda dulu ya, ntar gua kabarin, gimana?". "Ok, gua tunggu, tapi jangan kelamaan kasitaunya, biar kita booking-in room-nya." balas Dimas. "Ok..ok", ujarku, dan setelah menutup pembicaraan, akupun segera menelepon Wanda. "Ya pa, ada apa?" sahut Wanda. Akupun menceritakan soal ajakan Dimas tersebut kepadanya. "Ok deh pa, emang kita mau sekalian swing ya?", tanyanya menggoda. "Ah, gila kamu, Dimas kan temen gua, emang kamu naksir sama dia?," jawabku. Istrikupun membalas dengan tertawa cekikikan. Dalam hati aku berpikir, ide bagus juga, Santi, istri Dimas orangnya cantik dan perawakannya semampai meski sudah memiliki dua anak. Namun aku segera membuang jauh-jauh pikiran tersebut, karena setahuku Dimas dan Santi bukanlah pasangan yang suka aneh-aneh.

Singkat cerita, kamipun bertemu di tempat Karaoke P sebuah hotel di bilangan Jakarta Selatan sekitar jam 9 malam. Rupanya Dimas dan Santi sudah ada di sana sejak 1 jam sebelumnya. Nampak sebuah botol Jack Daniel yang baru diminum sedikit, satu pitcher Coca Cola beserta es batunya dan empat gelas yang dua diantaranya telah terisi minuman. "Kirain gak bakal datang," ujar Dimas kepadaku dan aku balas dengan permohonan maaf karena malam itu lalu lintas Jakarta sedang macet-macetnya. Istri-istri kamipun saling cipika-cipiki dan seperti biasa, jika dua orang perempuan bertemu, langsung terlibat pembicaraan seputar gosip.

Ruang karaoke yang kami tempati tampak nyaman dengan kapasitas sepuluh orang dengan fasilitas kamar mandi di dalam dan sound system yang cukup memadai meski pilihan lagunya tak terlalu banyak. Kami berempat duduk dengan formasi para suami mengapit istri-istri menghadap layar infocus. Kamipun asik menyanyikan lagu-lagu disertai dengan senda gurau dan canda tawa. Tanpa terasa waktupun bergerak cepat, Jack D sudah tersisa setengah dan rokok di pak tinggal dua batang, hingga terdengar suara sang operator karaoke di speaker yang mengingatkan kami bahwa waktu 3 jam telah habis. Dimas segera meraih microphone dan mengatakan, "tambah satu jam lagi deh, operator! Bisa disetel lagu housemusic gak?". Dimas keliatan sudah setengah mabuk dan lima menit kemudian terdengar hentakan lagu-lagu housemusic, kami berempatpun "turun" dan bergoyang mengikuti irama musik.

Saat itulah muncul ide gilaku. Aku mulai menyuruh Wanda untuk menanggalkan baju atasannya. Mungkin karena pengaruh alkohol, Wanda melepas seluruh pakaiannya hingga tinggal beha dan celana dalam saja. Goyangannyapun semakin liar. Dari sudut mataku aku bisa melihat Dimas yang terpaku melihat tubuh Wanda yang masih terawat dengan baik. Dengan inisiatifnya, Wanda menarik tangan Santi dan membisiki sesuatu entah apa. Yang jelas, sesaat kemudian, Santi sudah melepas pakaiannya mengikuti Wanda. Aku dan Dimas kemudian kembali duduk sambil menonton istri-istri kami yang sedang menari liar bak seorang striptease.

Suasana terasa menjadi semakin panas, dan aku betul-betul dibuat horny oleh Santi yang malam itu menggunakan celana dalam g-string. Nampak tersembul pantat putih mulus yang begitu padat dan sexy. Hak sepatunya yang tinggi membuat tubuhnya terlihat sempurna. Darahkupun mengalir cepat menuju "senjata"ku dan sudah cukup untuk menggelembungkan celana jeans yang aku gunakan. Pendek kata, keinginanku untuk merasakan hangatnya pantat Santi sudah tak terbendung.. Aku mencoba meredakan hasrat dengan meminum beberapa gelas Jack D yang dicampur Coca Cola, namun usahaku sia-sia. Fantasiku semakin liar dan sedetik kemudian aku tarik Wanda ke tempat dudukku. Kamipun berciuman hot dan aku mulai meraba kait behanya, kemudian melepaskannya. Dengan rakus aku "melahap" kedua puting istriku itu.

Dimas yang nampaknya juga sudah horny mulai mendekati istrinya dan mereka saling memagut, berciuman, dan bergoyang. Sementara aku dan Wanda semakin liar dan sejurus kemudian, tak sehelai benangpun menempel di tubuh kami. Dengan tubuh Wanda di atas, aku mulai menghujamkan kontolku ke dalam liang memek istriku. "Ouchh... ohhhh... honey... ohhh...", teriak Wanda yang dengan liar menaikkan dan menurunkan tubuhnya. kontolku semakin tegak dan keras melihat Santi yang telah menanggalkan behanya. Seolah tak mau kalah, Dimas yang sama sekali belum menanggalkan bajunya itu menyedot bukit kembar milik istrinya. Ia segera memboyong Santi ke tempat duduk, melepas celana dalam g-stringnya dan menjilati memeknya dengan penuh semangat.

Aku yang tak mau kehilangan momen untuk melihat tubuh indah Santi segera membalik tubuh Wanda dan mulai mempraktekkan doggy style sambil terus memandangi tubuh Santi yang sedang terlentang. Erangan nikmat Santi yang sedang dijilati suaminya menambah semangatku untuk memompa memek istriku. "Andai saja aku bisa merasakan tubuh Santi," pikirku.

Kali ini Dimas melepas baju atasnya dan memelorotkan celananya hingga tersembul kontolnya yang sudah tegak dan berdiri keras. Santipun menjilat dengan penuh penghayatan kontol suaminya itu, memainkan lidahnya dan kemudian mengulumnya. Sesekali ia memainkan lidahnya di dada suaminya turun hingga kemudian mengulum kembali kontol suaminya itu. Mataku mulai tertuju pada belahan pantat Santi, dan aku berbisik pada istriku yang sedang keenakan menikmati setiap hunjaman kontolku, "Ma.. aku boleh gak entotiin Santi?", istriku kemudian menjawab, "sana gih." Aku kemudian menghampiri Dimas dan meminta ijin untuk menikmati tubuh Santi. Dimas yang sedang merem melek keenakan itu segera menjawab dengan kode "ok".

Tanpa berpikir panjang, akupun segera menjamah pantat Santi dan mulai memainkan jari di memeknya. Ia sepertinya agak kaget dan memandang suaminya, seolah meminta ijin. Dimaspun menjawab dengan senyum dan Santi yang sedang nungging itu menoleh kepadaku sambil tersenyum. Aku kemudian menjilat memek Santi yang bulu-bulunya nampak belum lama ini dicukur. Tidak berhenti sampai di situ, akupun menjilat lubang pantat Santi sambil meremas-remas pantatnya dengan gemas.

Sesaat kemudian, Dimas bangkit dari rebahnya dan menghampiri Wanda yang sedari tadi menonton permainan kami bertiga. Setelah dipasang kondom oleh istriku, Dimas segera memasukkan batang kontolnya ke dalam vagina istriku. Mereka saling memagut dengan posisi missionary style. Melihat pemandangan itu, kontolku kembali berdenyut dan mengeras tegak. Segera aku ambil kondom dalam tas istriku, memasangkannya dan membenamkan seluruh batang kontolku ke dalam memek Santi. "Ouchhh..sssshhh....," lenguh Santi sambil meraih tanganku dan menggigit kecil jari telunjuk kananku.

Benar-benar pemandangan yang indah. Dua pasang suami istri saling bertukar pasangan melepaskan segala hasrat dan fantasi liarnya.

Sepuluh menit kemudian Dimas dan Wanda tampak menyelesaikan permainan diiringi lenguhan panjang mereka berdua. Merekapun tergolek lemas. Sementara aku dan Santi masih terus bereksperimen segala posisi. Saat Santi berada di atas tubuhku, ia sempat berbisik, "Duh, kamu enak banget say.." dan setelah itu memainkan lidahnya di leherku. Kadang kami saling bertatap mata layaknya ABG pacaran, sehingga menambah tinggi libido kami berdua. Setelah bermain cukup lama, akupun berbisik kepadanya, "San, keluarin yuk...," diapun menyahut, "Yuk". Dengan posisi Santi yang telungkup, aku kemudian mempercepat gerakanku, jepitan memeknya semakin ketat dan iapun berteriak panjang, "Ndyyyy, aku keluarrrrr," sedetik kemudian akupun mencabut kontolku, melepas kondom dan mengeluarkan seluruh air maniku di punggung dan pantatnya. Badan terasa lemas sekali, akupun tergolek di samping tempat duduk yang tersisa dan mencium lengan kirinya. Wanda dan Dimas yang menonton permainan kami bertepuk tangan seperti menonton pertandingan tinju saja.

Malam itu kami berempat besepakat untuk mengadakan "pesta" serupa di lain waktu. Sungguh pengalaman yang tak bisa dilupakan dan akupun tak sabar untuk kembali menikmatinya...

Pijat payudara

Cerita ini terjadi waktu saya berumur 15 ketika itu, waktu saya liburan di rumah teman Om saya di kota Jakarta, sebut saja nama teman Om saya Dody. Om Dody mempunyai istri namanya Tante Rina. Umur Om Dody kira-kita 40 tahun sedangkan Tante Rina berumur 31 dan mereka mempunyai anak berumur 5 tahun bernama Dino. Om Dody adalah teman baik dan rekan bisnis Om saya. Tante Rina Seorang wanita yang cantik dan mempunyai tubuh yang indah terutama bagian payudara yang indah dan besar. Keindahan payudaranya tersebut dikarenakan Tante Rina rajin meminum jamu dan memijat payudaranya. Selama menginap di sana perhatian saya selalu pada payudaranya Tante Rina. Tak terasa sudah hampir seminggu saya menginap di sana, suatu siang (saat Om Dody pergi ke kantor dan Dino pergi rumah neneknya) Tante Rina memanggilku dari dalam kamarnya. Ketika saya masuk ke kamar Tante Rina, tampak tante cuma mengenakan kaos kutung tanpa menggunakan bra sehingga dadanya yang indah telihat nampak membungsung.

"Van, Mau tolongin Tante", Katanya.
"Apa yang bisa saya bantu Tante".
"Tante minta tolong sesuatu tapi kamu, tapi kamu harus rahasiain jangan bilang siapa-siapa".
"Apaan Tante kok sampe musti rahasia-rahasian".
"Tante Minta tolong dipijitin", katanya.
"Kok pijit saja musti pakai rahasia-rahasian segala".
"Tante minta kamu memijit ini tante", katanya sambil menunjukkan buah dadanya yang montok. Saat itu saya langsung Grogi setengah mati sampai tidak bisa berkata apa-apa.
"Van, kok diem mau nggak?", tanya Tante Rina lagi. Saat itu terasa penisku tegang sekali.
"Mau nggak?", katanya sekali lagi.
Lalu kukatakan padanya aku bersedia, bayangin saya seperti ketiban emas dari langit, memegang buah dada secara gratis disuruh pula siapa yang nggak mau? Lalu saya bertanya mengapa harus dipijat buah dadanya, dia menjawab supaya payudaranya indah terus.

Selanjutnya tante mengambil botol yang berisi krem dan dia segera duduk di tepi ranjang. Tanpa banyak bicara dia langsung membuka pakaiannya dan membuka BH-nya, segera payudaranya yang indah tersebut segera terlihat, kalau saya tebak payudaranya ukuran 36B, Puting susu kecil tapi menonjol seperti buah kelereng kecil yang berwarna coklat kemerah-merah.
"Van, kamu cuci tangan kamu dulu gih", katanya.
Segera saya buru-buru cuci tangan di kamar mandi yang terletak di kamar tidurnya. Ketika saya balik, Tante sudah berbaring telentang dengan telanjang dada. Wuih, indah sekali. Ia memintaku agar melumuri buah dadanya secara perlahan kecuali bagian puting susunya dengan krim yang diambilnya tadi. Grogi juga, segera kuambil krem dan kulumuri dulu di tanganku kemudian secara perlahan kulumuri payudaranya. Gila rasanya kenyal dan lembut sekali. Perlahan kutelusuri buah dadanya yang kiri dan yang kanan dari pangkal sampai mendekati puting. Sementara tanganku mengelus dadanya, kulihat nafas tante tampaknya mulai tidak beraturan.

Sesekali mulutnya mengeluarkan bunyi, "Ahh..., ahh". Setelah melumuri seluruh payudaranya, tante memegang kedua tanganku, rupanya ia ingin mengajariku cara memijat payudara, gerakannya ialah kedua tanganku menyentuh kedua buah payudaranya dan melakukan gerakan memutar dari pangkal buah dadanya sampai mendekati puting susunya, tante meminta saya agar tidak menyentuh puting susunya. Segera kulalukan gerakan memutari buah kedua buah payudaranya, baru beberapa gerakan tante memintaku agar gerakan tersebut dibarengi dengan remasan pada buah dadanya. Tante semakin terangsang nampaknya terus ia memintaku, "aahh, Van tolong remas lebih keras". Tanpa ragu keremas buah dada yang indah tersebut dengan keras. Sambil meremas aku bertanya mengapa puting susunya tidak boleh disentuh? Tiba-tiba ia menjambak rambutku dan membawa kepalaku ke buah dadanya.
"Van, Tante minta kamu hisap puting susu Tante", katanya sambil napasnya tersengal-sengal. Tanpa banyak tanya lagi langsung ku hisap puting susu kanannya.
"Van, hisap yang kuat sayang..., aah", desah Tante Rina.
Kuhisap puting susu itu, terus ia berteriak, "Lebih kuat lagi hisapanya".

Setelah sekitar 10 menit kuhisap puting di buah dada kanannya gantian buah dada kiri kuhisap. Sambil kuhisap buah dadanya tante membuka celananya sehingga dia dalam keadaan telanjang bulat. Kemudian dia membuka celanaku dan meremas penisku. Tante kemudian memintaku telungkup menindih tubuhnya, sambil menghisap-hisap payudaranya tante memegang penisku dan dimasukkan ke dalam lubang vaginanya. Setelah melalui perjuangan akhirnya penisku memasuki vagina tanteku. Semua ini dilakukan sambil mengisap dan meremas-remas buah dadanya. Pinggulku segera kugenjot dan terasa nikmat luar biasa sedangkan tante berteriak karena orgasme sudah dekat.

Tak lama kemudian tante nampak sudah orgasme, terasa di liangnya tegang sekali. Kemudian giliranku menyemburkan air maniku ke liangnya dan kami pun terdiam menikmati momen tersebut, setelah itu tante mencium bibirku dengan lembut.
"Tadi nikmat sekali", katanya terus dia memintaku besok kembali memijat payudaranya, dan aku mengiyakan. Kemudian aku bertanya kepada tante kenapa dia begitu senang buah dadanya di sentuh dan dihisap, jawabnya ia tidak bisa melakukan hubungan seks kalau buah dadanya tidak dirangsang terus-menerus. Saat kutanya mengapa dia memilihku untuk melakukan hubungan Seks, dia menjawab dengan enteng, "Saat kamu mandi, tante ngintip kamu dan tante lihat penis kamu besar..."

TAMAT

Demi sebuah absen

Kisahku yang satu ini terjadi sudah anggak lama, tepatnya pada akhir semester 3, dua tahun yang lalu. Waktu itu adalah saat-saat menjelang UAS. Seperti biasa, seminggu sebelum UAS nama-nama mahasiswa yang tidak diperbolehkan ikut ujian karena berbagai sebab seperti over absen, telat pembayaran, dan sebagainya tertera di papan pengumuman di depan TU fakultas. Hari itu aku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di daftar cekal salah satu mata kuliah penting, 3 SKS pula. Aku sangat bingung disana tertulis absenku sudah empat kali, melebihi batas maksimum tiga kali, aPakah aku salah menghitung, padahal di agendaku setiap absenku kucatat dengan jelas aku hanya tiga kali absen di mata kuliah itu.

Akupun complain masalah ini dengan dosen yang bersangkutan yaitu Pak Qadar, seorang dosen yang cukup senior di kampusku, dia berumur pertengahan 40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun dia anggak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya termasuk juga aku pernah menjadi korban kecunihinannya.

Karena sudah senior dan menjabat kepala jurusan, dia diberi ruangan seluas 5x5 meter bersama dengan Bu Hany yang juga dosen senior merangkap wakil kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang mahasiswa yang sedang bicara padanya pamitan.
"Siang Pak !" saPaku dengan senyum diPaksa
"Siang, ada perlu apa ?"
"Ini Pak, saya mau tanya tentang absen saya, kok bisa lebih padahal di catatan saya cuma tiga..," demikian kujelaskan panjang lebar dan dia mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.
Beberapa menit dia meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar absen lalu kembali lagi dengan map absen di tangannya. Ternyata setelah usut punya usut, aku tertinggal satu jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya aku juga lupa mencatatnya di agendaku.

Dengan memohon belas kasih aku memelas padanya supaya ada keringanan.
"Aduhh.. tolong dong Pak, soalnya nggak ada yang memberitahu saya tentang yang tambahan itu, jadi saya juga nggak tahu Pak, bukan salah saya semua dong Pak."
"Tapi kan dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga sebelumnya anda bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk berjaga-jaga anda tidak absen sebanyak itu dong dulu."
Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu aku tetap tidak boleh ujian dengan kata lain aku tidak lulus di mata kuliah tersebut. Kata-kata terakhirnya sebelum aku pamit hanyalah,
"Ya sudah lah dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu anda lebih rajin di kemudian hari" dengan meletakkan tangannya di bahuku.
Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu. Dalam perjalanan pulang di mobilpun pikiranku masih kalut sampai mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.

Hari itu aku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali aku mengisapnya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata kuliah ini, juga nilai UTS-ku 8,8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal. Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah aku pada chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film semi. Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa aku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya itu untuk menggodanya, aku sendirikan penggemar seks bebas. Cuma cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku. Aku memikirkan rencana untuk menggodanya dan menetapkan waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya jam itu kampus mulai sepi dan dosen-dosen lain sudah pulang. Aku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin gagal.

Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga rasanya baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa. Karena anggak macet, aku baru tiba di kampus jam setengah enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah sepi saat itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah libur, kalaupun masuk paling cuma untuk pemantapan atau kuis saja.

Aku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang biasa kualami karena aku sering berpakaian seksi cuma kali ini bedanya aku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak. Akupun sampai ke ruang dia di sebelah lab. bahasa dan kulihat lampunya masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya.
"Masuk !" sahut suara dari dalam
"Selamat sore Pak !"
"Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?" katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.
"Itu.. Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat saya"
"Waduh.. kan Bapak sudah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat opname atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya memang begitu, harap anda maklum"

"Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak ?"
"Maaf dik, Bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini"
"Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk Bapak, saya harap bisa menebus absen saya yang satu itu, bagaimana Pak ?"
"Penawaran.. penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala," katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.
Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di betisku.

"Ayolah Pak, saya percaya Bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran terakhir saya, masa Bapak nggak tertarik dengan yang satu ini" godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang anggak rendah.
"Dik.. kamu kamu ini.. edan juga.." katanya terpatah-patah karena gugup.
Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah,
"Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa."
dia makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya. Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang betisku mulai merambat naik ke paha mulusku disertai sedikit remasan. Kuturunkan kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar dia lebih leluasa mengelus pahaku.

Dengan setengah berdiri dia meraih payudaraku dengan tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.
"Dadamu bagus juga yah dik, kencang dan montok," pujinya
dia lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Dia berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa
"Ya ampun dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?" tanyanya terheran-heran dengan keberanianku.
"Iyah Pak, khusus untuk Bapak.. makanya Bapak harus tolong saya juga."

Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat. Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan dosen yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku.

"Uhhh.. .!" aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah dia. Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh.. rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.

Setelah membuat vaginaku basah kuyup, dia berdiri dan melepaskan diri. Dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga 'burung' yang dari tadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tenggak. Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku.
"Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah nggak sabar nih"
"Eiit.. sebentar Pak, Bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh," kataku sambil meraih penisnya dan turun dari meja.
Kuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya. Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu. Hhmm.. hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia dia, walaupun tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut.

Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah dia menikmati seponganku. Berdasarkan pengalaman, sudah banyak cowok kelabakan dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah beraksi pada penis mereka, Pak Qadar pun termasuk diantaranya. Dia mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan.

Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga kami agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali celananya dan meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja kerjanya.
"Ya.. ya.. sebentar tanggung ini hampir selesai," sahutnya membalas suara ketukan.
Dari bawah meja aku mendengar dia sudah membuka pintu dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup.

"Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?" tanyaku setelah keluar dari kolong meja.
"Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi Dik."
Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya. Aku berjalan ke arahnya yang sedang melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Dia yang memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu aku mengenakan sepatu yang solnya tinggi. Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, dia pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan mendesis karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, dia dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram pantatku yang bulat dan padat.

"Hhmm.. sempurna sekali tubuhmu ini dik, pasti rajin dirawat ya," pujinya sambil meremas pantatku.

Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku yang sebelah, diapun melanjutkan menyusu dari situ. Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana. Sebagai respon aku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-netes. Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, dia juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa korbannya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena dia lebih pendek, aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu.

Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman.
"Masukin aja sekarang yah Pak.. saya udah nggak tahan nih," pintaku sambil terus menurunkan resleting celananya.
Namun belum sempat aku mengeluarkan penisnya, dia sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu diturunkan diatas meja kerjanya. Dia berdiri diantara kedua belah pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya.

"Ooohhh..!" desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Qadar.
"Sakit dik ?" tanyanya

Aku hanya menggeleng walaupun rasanya memang anggak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya nikmat yang semakin memuncak. Aku tidak bisa tidak mendesah setiap kali dia menggenjotku, tapi aku juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang aku harus menggigit bibir atau jari. Dia semakin cepat memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari tubuhku.

Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan dia yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian aku merasa dunia makin berputar dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya. Cairan bening mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali dia menghujamkan penisnya. Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya diantara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis.

Aku hanya bisa mengambil nafas sebentar karena dia yang masih bertenaga melanjutkan ronde berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya. Sambil meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku.

"Uuhh.. nggghhh.. !" desisku saat penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku.
Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja kerjanya. Pak Qadar menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali aku menjerit kalau sodokannya keras. Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan kosong pada foto dia dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel di meja kini menggantung bebas. Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi payudaraku.

Pak Qadar kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya tanganku menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya.
"Bentar yah Dik, Bapak bersihin dulu punyamu ini," katanya seraya menempelkan mulutnya pada kerimbunan bulu-bulu kemaluanku.
"Sluurp.. sshhrrp" dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan. Setelah puas aku disuruhnya naik kepangkuannya dengan posisi berhadapan. Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga penis dia tertancap pada vaginaku. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalamku.

20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan kami. Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal dia saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di pangkuannya. Belakangan dia melepaskanku juga dan menyuruh menyelesaikannya dengan mulut saja. Aku masih lemas dan duduk bersimpuh di lantai di antara kedua kakinya, kugerakkan tangan kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat. Aku membuka mulut dan mengulumnya.

Seiring dengan tenagaku yang terkumpul kembali kocokanku pun lebih cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin berdenyut diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot langit-langit mulutku, disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi mulutku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang familiar denganku. Inilah saatnya menjajal teknik menyepongku, aku berkonsentrasi menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan itu tidak terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali. Belum cukup puas, akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat, perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Qadar bersandar pada sofa dengan nafas terengah-engah dan mengibas-ngibaskan leher kemejanya. Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Dia memuji permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya aku besok datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya.

Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum puas dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah aku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang. Disana aku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah diperbolehkan ikut dalam ujian.

"Kesananya berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi, Bapak sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin," katanya sambil memencet putingku.
"Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya nggak mau perjuangan saya selama ini sia-sia," jawabku dengan tersenyum kecil.

Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah itu walaupun dengan nilai B karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada tidak lulus. Dan dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu pengorbanan apa saja.

Tak terduga

Ini kisah nyata dimana aku menggauli sekaligus 4 orang dalam 1 keluarga. Kisah ini terjadi pada pertengahan tahun 2007. Aku pria yang sudah berkeluarga dan waktu itu berusia 43 tahun. Tinggal dan bekerja di Jakarta.

Pada suatu hari ketika sedang sibuk-sibuknya di kantor, datang sepucuk surat lewat perusahaan kurir yang ditujukan kepadaku dari kota asal kelahiran ku di jawa barat. Tanpa alamat pengirim. Dengan perasaan bingung campur penasaran aku buka surat itu. Surat itu ternyata dari mantan pacar (Wati, nama samaran) cinta pertama kami berdua sewaktu SMA tahun 1981. Hampir 26 tahun yang lalu. Isinya menyatakan bahwa dia sudah menikah namun selalu teringat aku, mempunyai 3 orang anak berikut alamat lengkap dan no handphone.

Singkat cerita akhirnya kami bertelepon ria dan kenangan manispun timbul kembali. Aku berjanji jika ada libur panjang maka aku akan datang berkunjung. Ketika libur panjang datang dengan alasan yang dibuat-buat kepada istri akhirnya aku datang juga ke kota asalku. Aku sengaja tidak nginap di famili, namun di hotel. Dan pada sore itu pula aku datangi rumahnya.

Dengan rasa penasaran karena sudah lama tidak bertemu, aku mencoba mengira-ngira wajahnya saat ini seperti apa, ya?

Perlahan ku ketuk pintu sambil berucap : "permisi...."

" mas anto ,ya? " sesosok wanita cantik muncul di balik pintu

"Iya" sambil aku masih menebak-nebak " wati ya........"

"Bukan, saya Sri adiknya, masuk mas.... mbak Wati sebentar keluar, lagi di kamar". Kuperhatikan wanita ini mirip Wati namun tampak lebih muda dari perkiraanku. Dulu waktu aku pacaran memang tidak pernah bertemu dengan Sri, karena dia ikut neneknya di Wonosari. Tak lama kemudian keluarlah Wati. Wajahnya tampak tidak sesuai dengan bayanganku, kerana memang saat itu Wati sudah 42 tahun. Namun sisa kecantikannya masih terlihat jelas begitu pula bodynya masih terawat. Suaminya hari itu sedang mendapat tugas lembur (piket) di sebuah Rumah Sakit. Setelah basa-basi dan bernostalgia akhirnya sekitar jam 8 malam aku pamit, karena badanku letih.

Terus terang aku ingin memeluk dan menciumnya seperti dulu ketika tadi siang bertemu. Tapi karena suasana rumah tidak memungkinkan akhirnya perasaan itu terbawa sampai malam. Tidak lama aku di Hotel, tiba2 HPku berdering, ternyata Wati yang telphon. Dia memaksa untuk datang mememuiku di hotel. Dengan rasa campur aduk antara senang dan galau aku mengiyakan permintaan itu. Hmmmm...... rupanya Wati memendam keinginan yang sama, pikirku.

Kujemput dia di lobby, turun dari becak Wati kelihatan sudah tidak sabar ingin segera berdua. Dengan segera ku bawa dia ke kamar. Benar saja...... baru juga aku menutup pintu Wati langsung menubruk aku dengan pelukan penuh kerinduan dan air mata. Kami lama berpelukan tanpa kata-kata. Terus terang waktu pacaran dulu kami hanya sebatas berpegangan tangan. Tidak lebih.

Pelan-pelan kehangatan menjalar ditubuhku, entah siapa yang memulai akhirnya kami saling berciuman. Kurasakan kehausan dan kerakusan ketika bibir dan lidah kami saling terpaut. Lidahnya menjelajah relung mulutku. Lidahku membelai dan mengarahkan lidahnya untuk terus bergerak liar. Bersamaan dengan itu penisku menegang dengan sempurna. Bukannya menghindar, Wati malah lebih menekankan dan menggeser-geserkan pinggulnya sehingga penisku smakin mengembang. Dengan penuh nafsu akhirnya kami melanjutkan aksi. Sambil tetap bercium kutelusuri sisi tubuhnya dengan tanganku, sampai akhirnya mendarat di pantat. Kuremas kedua pantatnya dan sedikit semi sedikit kunaikan roknya, sehingga tanganku menyentuh kulit paha dan pantatnya yang halus itu. Karena aku paham bahwa kami sudah sangat bernapsu, maka tanganku kananku langsung kuselipkan dibalik celana dalamnya. Kuremas pantatnya yang masih kenyal. Sementara tangan kiriku sudah bergerak menuju payudaranya. Rupanya Watipun sudah sangat terbakar,tangannya tidak segan-segan mengelus-elus penisku dari luar. Kami tetap berciuman.

Pelan-pelan tangan kananku bergeser dari pantat menuju memeknya. Ketika jariku mulai membelah dan menemukan clirotisnya maka saat itulah dia melepaskan ciumannya, dia mendesah dan tubuhnya sedikit bergetar. Kuusap pelah-pelan clirotisnya, kujelajahi belahan memeknya dari bawah sampai atas. Basahnya sudah tak terbendung.

Aku merasa dia berusaha membuka resleting celanaku. Akhirnya aku lepas pelukannya, aku lepas memeknya. Dia agak terkejut dengan perbuatanku. Kutatap sambil kupegang kedua bahunya.

" kamu yakin akan melakukan ini.....? tanyaku. Dia cuma mengangguk pelan.

" Aku sudah memimpikan ini dari dulu" lirihnya.

Akhirnya ku bimbing dia ketempat tidur. Kami berciuman kembali. Satu demi satu pakaian terlepas. Kutelusuri tubuhnya yang tidak muda lagi. Sambil tetap berciuman kubuka pahanya dan tanganku kembali menyelinap lembut pada memeknya. Pada saat itulah tangannya mencari-cari penisku. Sambil digenggam diusapnya cairan yang keluar dari penisku dengan ibu jarinya. Rasanya sungguh luar biasa ketika ibu jarinya berputar-putar di ujung penis.

Tak lama aku merasa bahwa penisku di tarik-tarik pelan. Aku tahu dia sudah menginginkan penisku dimasukan. Tapi aku ingin melihat dulu bentuk memeknya. Maka ku lepas ciumanku dan aku turun kebawah. Sambil duduk diantara kakinya kulebarkan pelah-pelan kedua pahanya. Dan memek itu merekah. Warna merah muncul diantara lebatnya bulu. Penisku makin berdenyut melihatnya.

"aku jilat ya....." pintaku. Dia diam saja. Maka lidahku kubenamkan diantara rimbunnya bulu dan menelusuri setiap lekuk lubang basah, hangat dan beraroma khas. Kujilat dan kuisap clirotisnya. Desahnya sudah berganti dengan erangan. Kedua tangannya mencengram lembut rambutku. Terus kumainkan lidah menelusuri lembah sampai ke dalamnya. Sementara penisku terus berdenyut. Dan ketika Wati sudah menarik-narik rambutku, maka aku paham dia sudah menginginkan penisku masuk ke dalamnya.

"ah...mas, masukin sekarang mas......." lirihnya

Pelan-pelan aku merayap di atas tubuhnya, sambil tetap menciumi perut, dada dan lehernya. Ketika akhirnya kepala penisku menemukan lubang kenikmatan itu kasabaran Wati sudah hilang. Di dekapnya aku dengan satu tangan dan tangan lain menekan pantatku sambil pantat dia diangkat ke atas. AKhirnya penisku masuk dengan sempurna ke dalam memeknya. Bukan lagi erangan yang aku dengar tapi berubah menjadi teriakan tanpa suara.

Malam itu kami menemukan kebahagian dan kenikmatan yang luar biasa. Kami saling menjelajahi tubuh dengan mata, bibir dan lidah. Saling pijat dengan tangan dan kemaluan kami.

Berminggu-mginggu kemudian kami rutin ke hotel. Baik di kota asalku atau di Jakarta. Dan yang mengherankan aku adalah suaminya "merestui" hubungan kami. Belakangan aku tahu bahwa suaminya sudah lama tidak berfungsi.

Pada sekitar bulan ke 4 hubungan kami, sesuai dengan janji aku datang lagi ke rumahnya. Ku ketuk pintu seperti biasa.

" silahkan masuk, mas. " kudengar bukan suara Wati, tapi suara Sri. Aku pun masuk dan duduk di ruang tamu.

" mbak Wati nya lagi arisan mas, tunggu dulu aja ya." kata Sri sambil pergi. Akupun mengiyakan. Tak lama kemudian dia muncul lagi dengan membawa teh hangat.

" minum mas" kata Sri. Aku pikir dia akan masuk kedalam lagi tapi ternyata duduk di hadapanku menemaniku ngobrol. Kami ngobrol biasa, aku sama sekali tidak menggoda. Dan dari obrolan itulah aku tahu bahwa dia dulu nikah usia muda dan sekarang sudah menjanda selama 4 tahun dengan 2 0rang anak perempuan berusia 22 dan 19 tahun. Tidak berapa lama kami mengobrol basa-basi tiba-tiba Sri bertanya:

" jakartanya di mana mas?" kusebutkan satu daerah di jakarta selatan.

"kalau sunter di daerah mana mas? tanya Sri kembali.

"emang ada apa?" balasku bertanya.

"minggu depan saya ada undangan teman dekatku menikahkan anaknya, di sunter" ujarnya.

" oh...ya kalau kamu belum tahu daerahnya nanti saya antar deh, tinggal kasih tahu kapan berangkatnya, nanti saya jemput di statsiun gambir." kataku. Sri tampak ragu-ragu menerima tawaranku.

"aku nggak enak sama mbak Wati" katanya.

"ya jangan kasih tahu mbak Wati" kataku. Akhirnya dengan sedikit ragu Sri mengiyakan tawaranku. Dan untuk memperlancar urusan kami saling bertukar nomor handphone. Tak lama kemudian datanglah 2 cewek cantik menerobos masuk. Sri langsung mengenalkan mereka padaku.

" ini anak-anakku. yang besar Yani dan adiknya Indah" katanya. Aku hanya terpana melihat kemolekan mereka. Setelah bersalaman merekapun masuk ke dalam.
Tidak lama kemudia Wati datang bersama suaminya.

Singkat cerita malam itu saya dan Wati kembali bertempur di hotel sampai terasa lolos tulang-tulangku. Besoknya ketika aku pulang menggunakan kereta, masuk SMS dari Sri berbunyi : " Mas, smalam diapain mbakku? hari ini keliatannya lemes banget tapi wajahnya cerah..."

Kubalas SMSnya dengan bahasa yang agak vulgar " Ku jilat dari atas sampai bawah, yang paling lama di tengah2. main 3 ronde, mas juga lemes". Seketika itu juga datang balasannya " Enak dong". Lalu ku balas " Mau nggak?". Tak ada balasan lagi.

Terus terang semenjak saat itu yang selalu lebih terkenang di benakku adalah Sri bukan Wati. Kami lebih sering SMS an, aku sengaja memancing dengan bahasa yang "nyerempet2.", namun Sri menanggapi dengan dingin saja.

Pada waktu yang telah ditentukan dengan perasaan berbunga dan dengan rencana "jahat" di otakku, aku jemput Sri di Stasiun Gambir. Namun rencanaku terasa berantakan seketika. Ternyata Sri datang dengan anak sulungnya, Yani. Entah perasaanku saja atau memang nyata demikian, aku melihat kerinduan di mata Sri ketika dia melihatku. Kami bersalaman dan langsung berangkat menuju salah satu daerah di Sunter. Ternyata rumah kerabat Sri berada di daerah padat penduduk. Rumah kecil di gang kecil. Karena suasana mau pesta, maka rumah kecil itu semakin sesak dengan famili dan kerabat yang lain. Aku melihat keraguan di mata Sri ketika ditawari menginap di situ.

"tidurnya gimana ini?" lirih Yani yang sempat aku dengar. Akhirnya aku berinisitif menawarkan hotel yang dekat lokasi itu. Merekapun mau. "Ini kesempatan" pikirku. Selama dalam perjalanan aku menyusun lagi strategi agar malam itu aku bisa menikmati Sri. Peniskuku sudah tegang sejak memikirkan itu.

Ketika di hotel aku pesan 2 kamar. Sri dan Yani terlihat heran.

"Lho, kami satu kamar berdua aja, ga usah masing-masing satu kamar" ujar Sri.

"Ini buat aku, lagi malas pulang" kataku. Menjelang sore kami sudah masuk kamar masing-masing. Selama itu pula aku masih bingung memikirkan rencana "jahat" ku. Namun yang namanya setan sungguh tahu kehendaku. Selepas magrib pintuku di ketuk Yani.

" Om, Yani pamit dulu sebentar, ini teman Yani jemput" katanya sambil mengenalkanku pada seorang cewek sebayanya. Rupanya Yani janjian dengan seseorang.

" kemana?" tanyaku. " Mau ke Salemba, om. kerumah teman" jawabnya. Hatikupun bersorak. " nginap aja sekalian" dalam hati.

Nggak lama aku SMS Sri, " Lagi ngapain nih? aku lagi bengong ga da teman ngobrol" Nggak ada jawaban sampai 30 menit. Cemas aku menduga-duga. Tak lama kemudian pintuku di ketuk. Kulihat Sri berdiri depan pintu dengan menggunakan pakaian santai. Kaos dan celana selutut. Kupersilahkan dia masuk, dengan ragu-ragu dia melangkah dan duduk di kursi rias. Setelah sedikit berbasa basi aku melancarkan serangan.

" kamu masih cantik dan bodymu juga masih OK, kenapa ga nikah lagi?" tanyaku.

"aku masih senang sendiri, takut nikah nanti cerai lagi....." jawabnya.

"tapi kan kamu masih muda, masih punya bebutuhan khusus yang harus dipenuhi" sambungku. Dia menunduk, paham maksudku. Kutunggu jawabannya beberapa saat. Sebelum dia sempat menjawab aku sudah menyentuh pundaknya dari belakang. Dia nampak terkejut tapi juga tidak menampik. Kugeser perlahan tanganku ke pipinya, saat itulah dia menampik tanganku. Aku bukannya berhenti malah ku genggam pergelangan tangannya, kutarik dia untuk berdiri. Dengan perasaan yang masih bingung ku cium dia di bibirnya. Berontak dia. Kucengkram rambut dan kepalanya agar dia tidak berontak dan melepas ciumanku. Beberapa saat kemudian aku merasa lengannya melinggkar di pinggangku, saat itulah kulepas cengkraman dirambutnya. Dia mulai membalas liarnya lidahku. Tanpa buang waktu tanganku sudah menelusuri dadanya sampai akhirnya berlabuh di memeknya. Dan malam itu kami sempat bercinta 2 babak sampai pintu di ketuk dari luar. Tok....tok....tok. Kami semua terkejut dan terperangah. Yani sudah pulang. Kulihat jam di dinding 22.20. Dengan terburu-buru Sri mengenakan baju, begitupun aku. Tak lama kemudia Sri keluar.

Besoknya aku melihat perubahan di wajah Yani. Ia yang tadinya ramah mendadak menjadi sangar melihatku. Tak mau bicara baik ke ibunya apalagi ke aku. Rupanya ia tahu apa yang sudah kami perbuat. Sekitar jam 9 saya antar mereka menuju tempat pesta dan siangnya saya antar kembali mereka ke Stasiun Gambir, pulang ke kota asal.

Satu minggu kemudian aku kembali datang ke kota kecil itu. Terus terang aku lebih menginginkan Sri daripada Wati. Maka yang pertama aku hubungi adalah SRi. Dan malam itu saya menghabiskan waktu di hotel dengan Sri. Besoknya di hotel lain saya berduaan dengan Wati. Begitu terus setiap 2 minggu sampai kurang lebih 3 bulan aku menikmati pelayanan dengan 2 gaya dari kakak-adik.

Pada suatu saat ketika saya sedang di kantor di Jakarta, masuk no telphon yang tidak aku kenal.

" hallo...." jawabku. "Om....." ku dengar suara ragu-ragu. Aku kemudian sadar bahwa ini suara Yani.

" ada apa Yan?" tanyaku setelah berbasa basi.

" tolong Yani, Om. Yani ada di jakarta tapi Yani kena razia narkoba. Sekarang ada di Polsek Jakarta ........." jawabnya sambil menyebutkan satu wilayah jakarta. Sorenya aku kunjungi Yani. Dia nampak lelah namun tidak terlihat cemas. 3 hari Yani di tahan. Dan selama itu pula aku yang mensuplai makanan dan baju-baju. Pada hari ke 4 Yani di bebaskan karena tidak terbukti. Sedangkan temannya terus ditahan karena terbukti. Aku bingung Yani mau dibawa ke mana. Ke rumahku jelas ga mungkin. Akhirnya aku cari hotel dekat rumah. Setelah aku ajak makan di hotel itu aku terus pulang, sedangkan Yani langsung masuk kamar.

Jam 8 malam itu aku coba telphon Yani untuk sekedar menanyakan kabar.

"Om, Yani perlu obat maag sama sikat gigi" katanya. " Oke, ntar Om antar" jawabku. Dalam perjalanan ke hotel itulah pikiran kotorku muncul. Ketika aku mengetuk pintu Yani hanya melongokan kepalanya di pintu. Dia nampak ragu-ragu mempersilahkan aku masuk ke dalam. " Boleh Om masuk?. Om mau ngobrol sebentar ngomongin soal hubungan om dan mamahmu". Akhirnya aku dipersilahkan masuk. Dan saat itulah aku dihadapkan pada pemandangan yang luar biasa. Yani hanya mengenakan tangtop tanpa BH dan celana jins pendek sekali hampir pangkal paha. Payudaranya menggelembung dengan sehat, pentilnya samar-samar menonjol keluar. Rupanya dia sadar aku memperhatikan dan cepat-cepat menutupnya dengan selimut.

" Yani.....om mohon jangan di tutupi. Kamu punya tubuh luar biasa indah sayang kalo tidak ada yang menkmati" kataku langsung. Merah padam mukanya mendengarku berkata begitu. Antara malu dan marah menjadi satu. Tapi setan sudah terlanjur menguasaiku. Dengan segala rayuan dan bujukan akhirnya Yani mau melepaskan selimutnya. " Boleh aku sentuh Yan? di luarnya aja......." pintaku. Yani langsung menolak sambil menyilangkan tangannnya di dada. Juga dengan rayuan dan bujukan akhirnya aku di ijinkan memegang putingnya dari luar.

Sambil kami duduk di sisi tempat tidur, aku mulai menyentuh putingnya. Dia tidak bereaksi dengan wajah menoleh jauh. Ku sentuh lagi putingnya yang sebelah kanan. Masih belum bereaksi juga. Ketika aku pilin putingnya dengan kedua jariku, mulailah ia sedikit menggelinjang dan kulihat putingnya mulai tegang. Kuputar jariku di kedua putingnya, semakin jelaslah tonjolan di kaosnya. Aku sudah tak tahan ini menyelusupkan tanganku ke balik tangtopnya. Namun tanganku di cegah ketika baru sampai perut. sementara tangan kiriku masih bergerilya di luar kaos tangan kananku mulai naik perlahan dari perut. Aku merasakan pegangan tangan dia mengendur, akhirnya sampailah tanganku kepuncak bukit kenikmatan dengan bebas. Ketika kudengar suara rintihan halus, pada saat itulah aku yakin bahwa permainan ini bisa sampai tuntas. Maka mulaikah aku meremas, menjilat dan meghisap putingnya, perutnya, clirotisnya dengan lembut. Dan malam itu aku mendapatkan segalanya. Walaupun Yani sudah tidak perawan, namun dia masih merasa sakit ketika penisku masuk ke memeknya. Karena penisku adalah yang kedua kalinya masuk memeknya setelah dia melakukan yang pertama dengan pacarnya 2 tahun yang lalu. Malam itu kami tidak tidur, aku mengajari teori dan praktek bercinta pada Yani. Selain memberikan pengertian bahwa hubunganku dengan ibunya adalah sebatas memenuhi kebutuhan sex.

Singkat cerita hari-hari selanjutnya aku disibukan oleh SMS dan deringan HP dari mereka bertiga Wati, Sri dan Yani. Ketika aku pulang ke kotaku, maka ku gauli ketiganya dengan cara digilir dengan jadwal yang tersusun rapi sehinga tidak terjadi "tabrakan".

Orang ke empat yang aku gauli sebenarnya bukan anggota keluarga Wati, tapi calon anggota keluarga. Sebut saja namanya Nancy. Ia adalah pacar dari anaknya Wati yang bernama Roy. Kisahnya bermula dari kunjunganku ke rumah Wati. Pada saat itu tiba-tiba aku mendapatkan telephon dari kantor di Jakarta. Dikatakan aku harus menghubungi Mr.X. No HP Mr.X ini ternyata CDMA. Karena perkiraanku pembicaraan akan panjang maka aku meminjam HP anaknya Wati (bernama Roy) yang kebetulan juga CDMA. Maka sore itu atas ijin Roy aku pinjam sampai besok CDMA nya.

Malam hari ketika aku sedang makan di luar, tiba-tiba HP Roy berbunyi.

" Hallo" Jawabku. Aku sudah siap-siap mendengar suara Mr. X. Namun ternyata yang kudengar suara merdu seorang perempuan.

" Hallo juga, ini siapa?" jawabnya ragu-ragu. Setelah saling bertanya baru aku tahu kalau yang telephon itu adalah tunangan Roy. Aku menjelaskan bahwa malam itu HP Roy aku pinjam. Dengan segala caraku akhirnya kami berkenalan, bahkan ngobrol sampai panjang lebar. Rupanya obrolan kami nyambung sehingga kami berjanji akan saling menelephon lagi.

Singkat kata Nancy rupanya tipe orang yang penasaran akan sex namun takut untuk melakukannya. Dengan Roy hanya sebatas bercumbu tidak mau lebih dari itu. Karena dia sadar bahwa dia mudah "panas" maka bercumbu dengan Roy hanya sebatas dada. Dia ingin lebih dari itu tapi takut kebablasan, katanya.

Nancy banyak bertanya kepadaku soal Sex, sampai akhirnya kami ber Phone sex. Namun lama-lama kami berdua penasaran juga. Akhirnya dengan suatu perjanjian aku bisa membawa Nancy ke hotel. Perjanjian itu adalah: aku boleh mengeksplorasi tubuh dia dan saling memberi kenikmatan namun aku tidak boleh memasukan penisku ke memeknya. Dia masih perawan!!. Ketika kutanyakan mengapa dengan aku, bukan dengan Roy?. Jawabnya adalah : Dia tidak yakin Roy mampu menahan penisnya masuk ke memeknya. Komitmen itu aku pegang teguh.

Ternyata dugaanku dan dugaan dia benar. Nancy sangat mudah terbakar. Ketika aku cium, bibirnya seolah magnet. langsung terpaut dengan bibirku, Tak mau lepas. Seolah kami sudah mengenal sejak lama, kami langsung melepaskan seluruh pakaian . Ketika aku akan melepaskan CDnya, kulihat bulatan basah sudah terpampang diCDnya. Kujilati seluruh tubuhnya, dia hanya bisa mendesah dan merintih. Kujilati pula clirotisnya, kujelajahi seluruh lekukan memeknya dengan lidahku. Kutempelkan kepala penis ku ke lubang memeknya, ke clirotisnya. Ku usap-usap clirotisnya dengan kepala penisku. Ku lihat ia beberapa kali orgasme. Hari itu aku berpesta dengan tubuhnya. Tapi aku tidak memasukan penisku ke memeknya!!!. Spermaku keluar dengan cara di kocok dengan tangan atau payudaranya. Bulan Maret 2010 kemarin Nancy sudah berani mengeluarkan spermaku di dalam mulutnya. Dia berjanji jika sudah menikah, kami akan selalu bertemu untuk menuntaskan rasa yang tertunda.